Fenomena jantung kolaps saat olahraga bisa dihindari dengan mengetahui heart rate maksimal (Foto: Getty Images/wombatzaa) |
Tren olahraga yang meningkat semenjak pandemi ironisnya dibarengi dengan fenomena banyaknya kasus kematian mendadak akibat jantung kolaps. Dokter jantung menyampaikan pesan penting agar fenomena ini bisa dicegah.
"Sebenarnya fenomena makin banyak orang berolahraga itu bagus," kata dr Dian Zamroni, SpJP(K), konsultan perawatan intensif dan kegawatan kardiovaskular dari Alia Hospital Depok, dalam perbincangan dengan detikcom baru-baru ini.
"Tetapi harus kita ingat, bahwa masing-masing individu itu memiliki kemampuan yang berbeda-beda terkait olahraga," tegasnya.
Agar ikhtiar menjaga kebugaran dengan olahraga tidak malah berdampak fatal, dr Dian menyebut ada batasan yang wajib diperhatikan. Salah satunya dengan mengetahui maximum heart rate atau denyut jantung maksimal.
Salah satu rumus yang banyak digunakan adalah 220 dikurangi umur. Seseorang berusia 40 tahun misalnya, memiliki denyut jantung maksimal di 220-40 yakni 180 bpm (beats per minute). Saat berolahraga, seseorang sangat tidak disarankan melewati batas kemampuan jantungnya tersebut.
"Nah biasanya ada lampu kuningnya, ada warningnya yaitu 85 persen, dari 220 dikurangi umur. Kalau sudah mencapai itu, sebaiknya mulai cooling down, istirahat, turunkan dulu denyut nadinya. Jangan dilanjutkan, karena itu kapasitas 'mesin' kita. Kapasitas jantung kita nggak bisa lebih dari itu ya ibarat motor, mati mesinnya,"
Dalam keseharian, monitoring denyut jantung maksimal banyak dipermudah dengan berbagai perangkat wearable seperti sportwatch. Beberapa produk memiliki fitur pengingat yang bisa memberi tahu penggunanya bahwa olahraganya terlalu membebani jantung sehingga harus cooling down.
Tidak kalah penting, dr Dian juga menyarankan untuk melakukan tes treadmill untuk mengukur endurance secara objektif. Tes tersebut dapat lebih akurat mengetahui performa jantung seseorang.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Fenomena Jantung Kolaps Saat Olahraga, Ini Saran Dokter Agar Tak Terjadi di 2024"