Alasan populasi China menyusut (Foto: AP/Andy Wong) |
Pertama kalinya dalam beberapa dekade, China mencatat penurunan jumlah populasi. Angka kelahiran terus menyusut.
Data Biro Statistik Nasional China yang dirilis Selasa pekan ini mencatat ada 1,411 miliar warga pada akhir tahun 2022, turun 850 ribu dibandingkan tahun sebelumnya.
Stuart Gietel-Basten, seorang profesor ilmu sosial di Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong dan Universitas Khalifa di Abu Dhabi, penyusutan jumlah populasi tentu berdampak bagi ekonomi.
"Era pertumbuhan cepat, pertumbuhan dua digit, tenaga kerja murah, tenaga kerja muda, era itu sekarang benar-benar sudah berakhir," kata Gietel-Basten.
Jumlah populasi di China disebut bakal tersusul oleh India. Pada tahun 2022, menurut data PBB, India memiliki populasi 1,406 miliar, hanya tertinggal dari China dengan 1,448 miliar.
Biang Kerok
Rupanya, 'biang kerok' populasi di China menyusut berkaitan dengan kebijakan satu anak di China yang sempat berlaku sejak 1980-an. Membatasi secara hukum, agar keluarga tidak memiliki lebih dari satu bayi.
Pada akhirnya, tingkat kesuburan rendah dan populasi menua kini tercatat dalam jumlah besar. Tahun lalu, China mengalami lebih banyak kematian daripada kelahiran, menurut data pemerintah yang dipublikasikan minggu ini.
Para pejabat mengatakan 10,41 juta orang meninggal sementara 9,56 juta lahir. Pada 2015, China mengakhiri kebijakan satu anak dan mulai mengizinkan pasangan menikah dengan memiliki dua anak. Pemerintah juga memperluas tunjangan bagi keluarga pada tahun 2021, mengizinkan mereka memiliki tiga anak.
Yun Zhou, asisten profesor sosiologi di University of Michigan, mengatakan kepada NPR bahwa upaya China baru-baru ini untuk membalikkan arah dan mendorong keluarga untuk memiliki lebih banyak anak tidak berhasil.
"Dari penelitian saya sendiri, apa yang saya lihat adalah perempuan sering menolak dan sering memprioritaskan pekerjaan mereka, memprioritaskan mengejar cita-cita individualistis daripada insentif berkelanjutan ini," kata Zhou.
"Tapi karena China adalah negara otoriter, masih harus dilihat sejauh mana dan seberapa ekstrim negara akan benar-benar berusaha memberi insentif kelahiran."
Efek Pandemi COVID-19
Setelah COVID-19 pertama kali dilaporkan di Wuhan, China, seluruh dunia kesulitan dalam sisi ekonomi, terutama terjadi di China, ekonomi terbesar kedua di dunia.
Pasalnya, dalam beberapa kasus orang berdiam diri di rumah selama berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu karena lockdown ketat yang dilakukan untuk memperlambat penyebaran virus.
Gietel-Basten mengatakan China harus berjuang dengan ketidakamanan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi serta tantangan bekerja dari rumah dan memiliki keluarga dalam keadaan yang menantang ini.
Namun dia menambahkan bahwa menyusutnya populasi China tidak berarti negara itu akan mengalami penurunan pertumbuhan ekonominya. Gietel-Basten mencatat, pemerintah telah berinvestasi dalam layanan untuk populasi menua, dan akan mencoba meningkatkan produktivitas di antara banyak pekerja yang masih dimilikinya.
"Masih banyak tuas yang bisa ditarik di China," katanya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Terungkap Alasan Populasi Warga China Makin Menyusut"