Eks pejabat China membantah asal-usul COVID-19 dari rakun (Foto: Getty Images/iStockphoto/oonal) |
Seorang mantan pejabat China mempermasalahkan laporan yang mengaitkan asal mulai pandemi COVID-19 dengan rakun. Dikutip dari Mail Online, temuan ini pertama kali dilaporkan pada Maret oleh para ilmuwan bahwa rakun yang dijual di pasar Wuhan membawa virus COVID-19 pada akhir 2019.
Beberapa peneliti di balik laporan tersebut adalah Dr Kristian Andersen dan Dr Robert Garry. Mereka merupakan orang kepercayaan Dr Anthony Fauci yang mengawasi penelitian Amerika terhadap penyakit patogen ketika pandemi meletus.
Laporan tersebut menjauhkan beberapa validitas dari hipotesis bahwa Covid berasal dari laboratorium biologi di Wuhan. Namun, banyak ahli yang meragukan penemuan tersebut.
Seorang mantan pejabat pemerintah China berargumen bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan hewan, termasuk rakun yang pertama kali menyebarkan virus COVID-19 sebelum menginfeksi manusia.
Dr Gao mengatakan pada KTT Kebijakan Rhodes di London bahwa orang mengira beberapa hewan adalah inang atau reservoir. Singkat cerita, tidak ada bukti dari hewan mana asal virus itu.
Pemerintah China telah dikritik karena berulang kali menggagalkan upaya para ilmuwan internasional untuk menentukan penyebab pandemi.
Dalam laporan bulan Maret, hewan hadir tepat sebelum sampel dikumpulkan, menjadikannya wadah potensial untuk menularkan virus ke manusia. Peneliti mengatakan temuan mereka tentang bukti genetik COVID-19 di dekat kios satwa liar di pasar mendukung teori mereka bahwa satwa liar menyimpan virus sebelum akhirnya bermutasi sedemikian rupa untuk menularkan pada manusia.
Studi dimulai ketika Dr Florence Débarre dari Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Prancis menemukan sekuens genetik yang diunggah ke database oleh para ilmuwan China. Para peneliti mengunduh data tersebut untuk menyelidikinya sebagai bagian dari pencarian asal-usul COVID-19. Namun, itu ditarik oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China, agensi yang dipimpin Dr Gao.
Peneliti kemudian mengetahui bahwa data tersebut diunggah pada 22 Juni 2022, tetapi tidak dirilis ke publik. Itu juga digunakan untuk laporan pra-cetak yang diungkapkan para ilmuwan Tiongkok pada Februari 2022. Meski dihapus dari database pada 11 Maret, tim peneliti ini sudah mengunduhnya.
Dalam laporannya, GISAID yang berbasis di Jerman menuduh tim tersebut melanggar ketentuan penggunaan basis data dengan memperoleh data.
Beberapa ahli berpendapat bahwa mendeteksi jejak genetik yang ditinggalkan hewan di tempat yang sama dengan sampel virus yang terdeteksi bukanlah hal yang tepat. Para ilmuwan mengatakan temuan itu gagal memberikan bukti pasti bahwa COVID-19 berpindah dari hewan ke manusia.
Studi tersebut mengambil sampel swab dari gerobak di pasar yang ditemukan mengandung lebih dari 4.500 fragmen materi genetik dari rakun selain tanda genetik dari virus COVID-19.
Data mereka juga mengungkap spesimen positif COVID-19 dari mamalia seperti landak Melayu, landak amur, musang palem bertopeng, dan tikus bambu beruban. Namun, rakun membuat lebih dari 80 persen DNA dan RNA terdeteksi.
Rakun bertindak sebagai inang perantara virus. Artinya, mereka menangkap patogen dari alam liar dan menyimpannya tanpa jatuh sakit. Ada risiko mereka dapat menyebarkan virus ke manusia atau hewan lain yang bersentuhan dengannya.
Pendukung teori bahwa COVID-19 lolos dari laboratorium di Wuhan yang mempelajari virus COVID-19 skeptis terhadap temuan tersebut. Dr Richard Ebright, seorang ahli mikrobiologi di Rutgers University di New Jersey mengatakan bahwa penelitian baru menambahkan 'sedikit diskusi' tentang asal-usul COVID-19 dan memerlukan 'kehati-hatian yang ekstrim'. Ia juga tidak percaya bahwa rakun berperan dalam penularan COVID-19 ke manusia.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Bantah Tudingan COVID-19 Berasal dari Rakun, Ini Kata Eks Pejabat China"