Foto: REUTERS/Lam Yik |
Seiring gelombang COVID-19, pakar penyakit pernapasan di China menyebut, negara tersebut perlu menghapus aturan penggunaan masker secara wajib di sebagian tempat besar. Walaupun dalam beberapa bulan terakhir, China diterpa lonjakan COVID-19 imbas subvarian Omicron XBB.
Hal itu diungkapkan oleh pakar penyakit pernapasan terkemuka, Zhong Nanshan. Dalam sebuah seminar di lembaga penelitian Guangzhou Lab ia menyebut, mungkin ada gelombang infeksi baru di China. Namun kemungkinan, skalanya akan terbatas di tingkat lokal.
Zhong juga mengatakan, pemakaian masker harus dihapus secara umum mulai April. Pasalnya menurutnya, masker hanya diperlukan di tempat umum tertentu seperti rumah sakit.
"Jika orang memakai masker dalam waktu lama terutama anak-anak... itu tidak kondusif bagi perkembangan ketahanan alami terhadap penyakit," kata Zhong dikutip dari South China Morning Post (SCMP), Selasa (4/4/2023).
Mengacu pada arahan yang dikeluarkan bulan lalu oleh Kementerian Pendidikan, Komisi Kesehatan Nasional, dan Administrasi Nasional Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, penggunaan masker tidak lagi diwajibkan di universitas, sekolah dasar, sekolah menengah, dan taman kanak-kanak.
Menurut laporan sejumlah media, beberapa kota, termasuk Shanghai, Guangzhou, Chengdu, dan Nanjing, tidak lagi mewajibkan orang memakai masker di transportasi umum seperti kereta bawah tanah.
Dalam forum Cross-straits Medicine Exchange Association di Hangzhou, Zhong mengatakan bahwa kasus COVID-19 bergejala berat jarang terjadi, masih ada kemungkinan besar orang terinfeksi varian Omicron XBB setelah terpapar varian Corona lainnya. Ia menyoroti, penelitian menunjukkan bahwa vaksin efektif mencegah gejala berat imbas BA.5, namun lebih rendah untuk varian XBB.
Ia mengacu kepada dua penelitian dari Portugal dan Singapura, yang menunjukkan bahwa 80 persen orang yang divaksinasi yang terinfeksi COVID-19 terlindungi selama enam hingga delapan bulan dari reinfeksi BA.5. Namun, perlindungan terhadap XBB turun setidaknya setengah.
"Pembuat kebijakan masih perlu mempertimbangkan intervensi dengan vaksin bivalen yang sesuai dengan varian Omicron untuk mempertahankan tingkat kekebalan yang tinggi pada populasi terhadap infeksi COVID," katanya.
Beberapa pihak meyakini, lonjakan kasus COVID-19 di China terjadi setelah negara tersebut akhirnya membuka aturan penguncian ketat (lockdown) pada awal Desember lalu, yang sebelumnya telah berlangsung selama tiga tahun.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Ahli Pernapasan China Minta Aturan Wajib Masker Terkait Pandemi COVID Dicabut"