Wabah fentanil di AS (Foto: AP Photo/Jae C. Hong) |
'Wabah' overdosis fentanil di Amerika Serikat semakin mengerikan. Selama lima tahun terakhir, yakni 2016 hingga 2021, kasus kematian overdosis fentanil melonjak sebanyak tiga kali lipat menurut laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC).
Laporan CDC menunjukkan, tingkat kematian overdosis obat yang melibatkan fentanil atau mencampurkannya dengan obat lainnya meningkat dari 5,7 per 100.000 orang apda 2016 menjadi 21,6 per 100.000 orang pada 2021. Sementara kematian terkait fentanil meningkat sekitar 55 persen pada 2019-2020, dan 24,1 persen pada 2020-2021.
Lima puluh kali lebih kuat dari heroin, fentanil lebih adiktif dari apapun yang pernah ada sebelumnya. Sudah beredar di Amerika selama satu dekade, memicu krisis kecanduan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Jaringan kriminal yang kejam membentang hingga ke Meksiko, China, dan sekitarnya, mendorongnya ke sekolah, klub, dan ke jalanan untuk menggaet orang, termasuk anak-anak hingga remaja.
Di AS, semakin banyak anak muda yang membeli fentanil secara online dengan alasan mengobati kondisi kecemasan dan insomnia. Namun beberapa remaja juga ada yang ingin bereksperimen. Seringkali, mereka tidak tahu apa yang mereka beli, hingga akhirnya banyak dari mereka yang mengalami overdosis.
Salah satu contoh kasusnya, seperti pada remaja perempuan berusia 19 tahun di AS yang mengonsumsi fentanil demi mengobati kondisi insomnia.
"Kami kehilangan putri kami, Maile, pada tanggal 17 Februari. Dia mengambil sesuatu di rumah pada malam hari, saya kira, sebelum dia pergi tidur. Kami menemukannya [tidak bernyawa] keesokan paginya. Dia berusia 19 tahun," ucap Jim Fraser, keluarga dari remaja tersebut, dikutip dari SKY News.
"Kami tidak tahu persis apa yang dia minum. Tapi kami tahu itu dicampur dengan fentanyl," imbuhnya lagi.
Selain insomnia, remaja tersebut juga diketahui mengidap kecemasan dan depresi.
"Sedang menjalani beberapa pengobatan untuk kondisi itu. Saya kira dia hanya menginginkan sesuatu yang lebih kuat atau berbeda. "Ini adalah perang. Orang-orang dari negara lain menyerang dan membunuh anak-anak kita. Ini harus dihentikan," imbuhnya lagi.
Hal serupa juga dialami oleh remaja pria berusia 18 tahun bernama Tucker. Ia berjuang keras menghadapi kondisi stres dan kecemasan yang dialaminya. Saat itu Tucker ditawari pil dari orang lain untuk mengatasi kondisinya itu.
"Pertama kali Tucker ditawari pil adalah di pesta Malam Tahun Baru ketika dia berusia 18 tahun. Dia pulang dan memberitahu kami tentang pil yang ditawarkan kepadanya, dia mengira itu adalah xanax. Kami berbicara dengannya tentang tidak minum obat resep," kata Janet Zarate, pihak keluarga Tucker.
"Sedikit yang saya tahu bahwa fentanyl ada di dalam pil dan seberapa cepat hal itu dapat membuat kecanduan. Selama sembilan bulan, Tucker berjuang keras. Ketika dia merasa stres, dia akan beralih ke pil sebagai cara untuk mengatasinya," imbuhnya lagi.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Kasus Overdosis Fentanil di AS Makin Horor! Korbannya Dewasa Hingga Anak-anak"