Ilustrasi virus Corona (Foto: Getty Images/loops7) |
Baru-baru ini Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) tengah melacak varian baru COVID-19 bernama EU.1.1. Adapun subvarian Omicron ini disebut lebih menular dibandingkan varian maupun subvarian lainnya. Bahkan dilaporkan memicu kenaikan kasus yang signifikan di beberapa negara Eropa.
Meski diklaim lebih menular, seorang peneliti dari University of Missouri School of Medicine di Columbia, Marc Johnson, PhD, mengatakan sejauh ini varian COVID-19 EU.1.1 belum diketahui lebih lanjut apakah bakal menjadi ancaman untuk dunia atau tidak.
"Saya pikir kita akan melihat banyak hal ini terjadi, di mana Anda akan melihat beberapa subvarian yang meningkat secara proporsional dan kemudian menghilang dan yang baru muncul dan menghilang," tuturnya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh peneliti dari New York Institute of Technology dan Arkansas State University di Jonesboro Rajendram Rajnarayanan, PhD. Menurutnya, varian baru ini tak memiliki keunggulan atau kelebihan dibandingkan varian atau subvarian yang beredar di dunia saat ini.
Meski begitu, ia mewanti-wanti bagi mereka yang termasuk kelompok berisiko, seperti orang dengan komorbid hingga lanjut usia, untuk segera mendapatkan vaksin booster COVID-19. Hal ini berguna untuk mencegah risiko perburukan gejala dari subvarian baru ini.
"EU.1.1 pasti lebih menular daripada subvarian Omicron XBB.1.5. Namun tidak memiliki kelebihan dibandingkan yang varian atau subvarian yang beredar sekarang," ucap Rajendram Rajnarayanan, PhD, dari New York Institute of Technology dan Arkansas State University di Jonesboro, kepada MedPage Today.
Sebelumnya, CDC memperkirakan bahwa EU.1.1 sudah menyumbang sekitar 1,7 persen dari kasus AS secara nasional. Juga, mungkin telah mencapai sebanyak 8,7 persen kasus beberapa wilayah, seperti Colorado, Montana, Dakota Utara, Dakota Selatan, Utah, dan Wyoming.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Picu Kenaikan Kasus di Eropa, Varian COVID-19 Baru EU.1.1 Disebut Lebih Menular"