Ilustrasi. Foto: Getty Images/iStockphoto/ASKA |
Jepang kini dihantam krisis populasi imbas banyak warganya memilih untuk tidak menikah dan memiliki anak. Narasi yang paling kerap beredar, banyak wanita di Jepang lebih memilih untuk fokus pada karir daripada membesarkan anak dengan pengeluaran biaya yang besar.
Seorang siswa tahun ketiga di salah satu universitas teknik top Jepang, Yuna Kato, mengisahkan kekhawatirannya perihal rencana berkeluarga. Ia memilih untuk berkarier dalam penelitian. Ia khawatir, keputusannya tersebut akan membuat waktunya menjadi amat terbatas untuk memiliki anak.
Kato mengisahkan, keluarganya telah berkali-kali mencoba menjauhkan Kato dari dunia sains, teknologi, teknik, dan matematika. Sebab mereka beranggapan, wanita yang terlalu sibuk bekerja akan kesulitan untuk kencan dan menemukan suami.
"Nenek dan ibu saya sering memberi tahu saya bahwa ada pekerjaan non-STEM di luar sana jika saya ingin membesarkan anak," ungkapnya dikutip dari Reuters, Rabu (12/7/2023).
Sejauh ini, Kato telah berhasil mempertahankan pekerjaannya di dunia sains. Namun di samping itu, banyak juga wanita di Jepang memilih jalan yang berbeda imbas stigma sosial. Di bidang ilmu komputer misalnya, Jepang mengalami kekurangan 790.000 pekerja pada 2030, sebagian besar karena kurangnya perwakilan perempuan.
Para ahli khawatir, kondisi tersebut bakal memicu penurunan inovasi, produktivitas, dan daya saing negara.
"Ini sangat boros dan merugikan negara," ungkap seorang pendidik dengan gelar PhD dalam biologi molekuler, Yinuo Li,
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Wanita Cerdas di Jepang Galau soal Karier Vs Rencana Berkeluarga"