Polusi udara di DKI Jakarta. (Foto: Pradita Utama) |
Kualitas udara DKI Jakarta dan sekitarnya masih tidak baik-baik saja. Berdasarkan catatan Nafas, aplikasi pemantau kualitas udara, nyaris di seluruh wilayah Jabodetabek diwarnai 'zona merah' alias tidak sehat, polusi paling tinggi siang ini Rabu (23/8/2023) berada di Serpong dengan angka PM 2.5 93.
Efek dari polusi udara tidak main-main, bahkan menjadi salah satu faktor risiko munculnya kanker paru-paru. Menurut dr Sita Andarini PhD, SpP (K), polusi udara menjadi salah satu dari 10 pemicu kanker paru.
Mengacu jurnal yang dirilis Nature, konsentrasi PM 2.5 mengaktifkan salah satu gen onkogen yang berperan pada tahap awal pembentukan tumor, yakni gen EGFR. Banyak pasien kanker paru di Asia Tenggara juga dilaporkan positif Gen EGFR.
"Salah satunya diakibatkan polusi PM 2.5, tentu ini pembuktiannya dibutuhkan kohort penelitian lebih lanjut, tapi artinya bahwa ada bukti awal zat polutan mengaktifkan tersebut," jelas dr Sita saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (23/8/2023).
Meski begitu, kanker paru tidak dipicu oleh satu faktor, tetapi bersifat multifaktoral. Fakto risiko atau 'biang kerok' paling utama adalah asap rokok, faktor risiko lain yang juga tak boleh disepelekan adanya riwayat genetik.
Karenanya, penting untuk melakukan skrining sedini mungkin demi menekan kemungkinan fatal akibat kanker paru. Pada stadium awal, satu dan dua, kanker paru disebutnya lebih 'curable', atau memiliki peluang kesembuhan tinggi dibandingkan mereka yang telanjur berada di stadium lanjut.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Serius, Ada Risetnya! Dokter Ingatkan Polusi Tingkatkan Risiko Kanker Paru"