Hagia Sophia

22 September 2023

Hasil Studi: Gurun Sahara Menghijau Setiap 21 Ribu Tahun

Bukan Tanda Kiamat! Gurun Sahara Menghijau Setiap 21 Ribu Tahun Sekali. Foto: iStock

Bukit pasir dan dataran tinggi berbatu di Gurun Sahara sangat tua, namun sepertinya hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Mungkin umat manusia masih akan melihat periode wilayah Gurun Sahara menghijau.

Tentu saja ini bukan tanda kiamat. Sebuah studi baru menunjukkan, wilayah Afrika Utara yang luas ini akan berubah dari gurun gersang menjadi hutan hijau subur setiap 21 ribu tahun atau lebih. Periode terakhir Sahara menjadi hutan hijau terjadi antara 15 ribu hingga 5 ribu tahun yang lalu.

Penelitian tersebut menegaskan bahwa ini bukan sekadar perubahan aneh, melainkan bagian dari transformasi siklus yang mengubah wilayah tersebut dari kering menjadi lembab kira-kira setiap 21 ribu tahun.

"Transformasi siklus Gurun Sahara menjadi ekosistem sabana dan hutan adalah salah satu perubahan lingkungan paling luar biasa di planet ini," kata Dr Edward Armstrong, penulis utama studi dan ilmuwan iklim di Helsinki University Bristol University seperti dikutip dari IFL Science.

"Studi kami adalah salah satu studi pemodelan iklim pertama yang mensimulasikan Periode Lembab Afrika dengan besaran yang sebanding dengan apa yang ditunjukkan oleh pengamatan iklim paleo, sehingga mengungkap mengapa dan kapan peristiwa ini terjadi," sebutnya.

Penelitian ini bertujuan untuk lebih memahami apa yang disebut 'Periode Lembab Afrika Utara' selama 800 ribu tahun terakhir dengan menggunakan model iklim yang dikembangkan baru-baru ini.

Studi mereka menegaskan gagasan bahwa fase basah periodik di Sahara didorong oleh perubahan orbit Bumi mengelilingi Matahari. Secara umum disepakati bahwa 'penghijauan' Sahara disebabkan oleh goyangan Bumi pada porosnya, yang berdampak pada musim dan menentukan jumlah energi yang diterima oleh bagian planet ini. Hal ini pada akhirnya mempengaruhi kekuatan Monsun Afrika, yang membantu mengendalikan seberapa banyak vegetasi tersebar di wilayah yang luas ini.

Namun cara kerja mereka juga menunjukkan bahwa siklus ini mungkin dipengaruhi oleh lapisan es di garis lintang tinggi yang jauh di belahan Bumi utara. Penelitian mereka mencatat bahwa periode lembab tidak terjadi selama Zaman Es ketika sebagian besar wilayah lintang tinggi Bumi dilapisi lapisan es glasial yang tebal.

Mereka berspekulasi bahwa lapisan es ini membantu mendinginkan atmosfer layaknya lemari es, membatasi sistem Monsun Afrika dan menekan pertumbuhan tanaman di Gurun Sahara.

Siklus transformasi di Afrika Utara tidak hanya berdampak besar bagi Sahara, namun juga mempunyai dampak besar terhadap sejarah kita. Bagaimanapun juga, beberapa prestasi awal terbesar manusia yakni migrasi keluar Afrika, sebagian besar ditentukan oleh kondisi Sahara.

"Wilayah Sahara adalah semacam gerbang yang mengendalikan penyebaran spesies antara Afrika Utara dan Sub-Sahara, serta masuk dan keluar benua," jelas Miikka Tallavaara, rekan penulis dan Asisten Profesor Lingkungan Hominin di Helsinki University.

"Gerbang dibuka saat Sahara masih hijau dan ditutup saat gurun mulai ada. Pergantian fase lembab dan kering ini mempunyai konsekuensi besar terhadap penyebaran dan evolusi spesies di Afrika. Kemampuan kami untuk memodelkan periode lembab di Afrika Utara merupakan pencapaian besar dan berarti kami sekarang juga lebih mampu memodelkan distribusi manusia dan memahami evolusi genus kami di Afrika," simpul Tallavaara.




























Artikel ini telah tayang di inet.detik.com dengan judul "Fenomena Gurun Sahara Menghijau Tiap 21 Ribu Tahun Sekali"