Ilustrasi vape atau rokok elektrik. (Foto: Getty Images/bymuratdeniz) |
Vape atau rokok elektrik belakangan disorot setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta seluruh negara di dunia mengatur ketat regulasinya. Vape termasuk yang berasa dan beraroma yang dijual dianggap bisa merusak generasi muda.
Tidak sedikit yang menganggap rokok elektrik atau vape lebih 'aman' daripada rokok konvensional. Namun menurut para ahli, vape belum benar-benar terbukti untuk membuat seseorang berhenti merokok.
Terkait bahaya vape, spesialis paru di RS Persahabatan, dr Erlina Burhan, SpP menjelaskan bahwa potensi membahayakan dari rokok elektrik sudah banyak ditemukan. Seperti risiko terjadinya inflamasi paru, penyakit jantung hingga kerusakan akibat zat karsinogen yang cukup tinggi.
"Perokok vape dan orang sekitarnya terekspos berbagai zat kimia termasuk yang bersifat penyebab kanker. Zat kimia lainnya dapat mengiritasi dan mengakibatkan radang paru dan saluran sekitarnya," kata dr Erlina dalam keterangannya, Sabtu (30/12/2023).
Rokok elektrik menghasilkan nikotin dalam bentuk aerosol atau uap yang diinhalasi oleh pengguna. Dijelaskan bahwa menghirup 30 kali dapat mencapai kadar nikotin yang setara dengan sebatang rokok.
Selain itu beberapa cairan perasa juga mengandung bahan-bahan yang dapat masuk ke bagian dalam paru-paru sehingga berpotensi merusak organ tersebut.
"Rokok elektrik terbukti toksik terhadap saluran napas dan paru serta menimbulkan masalah kesehatan respirasi. Rokok elektrik tidak dapat dikatakan aman, disarankan tidak digunakan sampai terbukti aman," tandas dr Erlina.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "WHO Minta Vape Diatur Ketat, Dokter Ungkap Bahaya Rokok Elektrik buat Paru-paru"