Hagia Sophia

11 January 2024

Ini Penyebab Banyak Remaja Jakarta Pakai Rokok Elektrik

ilustrasi (istimewa)

Banyak orang beranggapan, penggunaan rokok elektronik bisa menjadi solusi untuk berhenti merokok konvensional. Dengan alasan, kandungan nikotin pada rokok elektrik lebih rendah serta tak ada kandungan tar alias pemicu kanker di dalamnya. Rupanya menurut dokter paru, hal itu cuma 'mitos' belaka.

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto, SpP(K) menjelaskan, prevalensi penggunaan rokok elektrik di Indonesia tergolong cukup tinggi, bahkan menduduki peringkat nomor satu di dunia mengacu pada Statistika Consumer Insights pada Januari hingga Maret 2023.

Juga mengacu pada riset yang dipublikasikan pada 2021, dengan responden sebanyak 937 orang berusia 18-57 tahun, ditemukan bahwa kebanyakan orang menggunakan rokok elektrik karena beranggapan, rokok elektrik bisa digunakan sebagai alternatif untuk berhenti merokok.

"Mereka berpikir bahwa nikotin (di rokok elektrik) lebih rendah dan bisa dipakai untuk terapi berhenti merokok atau placement terapi. Itu sebanyak 76,7 persen. Kedua adalah rasa, kemudian dapat menggunakan trik asap," tutur dr Agus dalam konferensi pers virtual, Selasa (9/1/2024).

"Ketika survei remaja-remaja di Indo kita bertanya apa alasan memakai rokok elektrik? Maka kita bisa melihat bahwa (menurut responden) rokok elektrik tidak adiktif dibandingkan rokok konvensional, tidak menyebabkan kanker, cukup beli rokok elektrik karena harganya murah, dapat izin dari orang tua. Jadi ada beberapa pertimbangan kenapa pakai rokok elektrik pada anak SMA di Jakarta," ujarnya seraya menegaskan, anggapan-anggapan tersebut sebenarnya adalah persepsi yang salah.

Bahaya Rokok Elektrik

Lebih lanjut dr Agus menerangkan bahwa faktanya, rokok elektrik juga mengandung bahan berbahaya layaknya rokok konvensional. Bahan-bahan tersebut tak lain nikotin, bahan karsinogen, serta bahan toksik lainnya yang bersifat iritatif dan dapat memicu induksi inflamasi.

"Fakta bahwa rokok konvensional maupun rokok elektrik sama-sama mengandung bahan adiktif yang bersifat iritatif dan merangsang peradangan inflamasi. Keduanya mengandung partikel halus yang merangsang terjadinya inflamasi," tutur dr Agus.

"Atas dasar inilah, tiga komponen yang ada dalam rokok elektrik (dan) konvensional secara garis besar dua-duanya sama-sama berbahaya. Nggak ada tarnya (di rokok elektrik), betul. Saya akui, rokok elektrik nggak ada tarnya. Tapi tiga komponen ini (nikotin, karsinogen, dan bahan toksik) kandungannya ada," pungkasnya.



























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Riset Ungkap Alasan Terbesar Remaja di DKI Doyan Pakai Rokok Elektrik"