Foto: Shutterstock |
Popularitas mi instan di masyarakat Indonesia sudah tak perlu diragukan lagi. Penganan yang satu ini bisa dinikmati kapan pun, di mana pun, oleh siapa pun, mulai dari bekal anak sekolah hingga penolong ketika lapar melanda di malam hari.
Saking melekatnya di keseharian masyarakat Indonesia, tak heran bila beredar sejumlah pertanyaan mengenai keamanan mi instan. Detik pun melansir dari sebuah utas yang mengungkapkan proses produksi mi instan di pasaran yang ternyata melalui proses penggorengan. Apakah ada dampak kesehatan dari proses tersebut?
Untuk membuat sebungkus mi instan yang bisa dikonsumsi, ternyata harus melalui serangkaian proses panjang dalam produksinya. Pada awalnya, mi dibuat dengan mencampur sejumlah bahan, seperti terigu, garam, air, dan lain-lain menjadi sebuah adonan. Setelah tercampur rata, adonan kemudian didiamkan terlebih dahulu untuk melalui proses resting lalu dibentuk menjadi lembaran-lembaran besar.
Setelahnya, mi melalui proses pemotongan melalui conveyor belt yang diatur kecepatannya, sehingga membentuk gelombang seperti yang bisa Anda lihat pada mi instan di pasaran. Lalu, mi dipotong dan dikukus untuk melalui proses gelatinisasi.
Hal yang menarik, setelah dikukus ini, baik mi goreng maupun mi kuah ternyata melalui proses penggorengan dalam produksinya. Hal ini tak jarang membuat orang bingung dan kaget.
Faktanya, Dosen Dept. Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University Dr.Ing. Azis Boing Sitanggang, STP, MSc menjelaskan setelah melalui proses pengukusan, kadar air di dalam mi harus dikurangi. Salah satu caranya melalui proses penggorengan.
"Menurunkan kadar air suatu produk pangan olahan bisa menambah keawetan suatu produk. Penggorengan ini salah satu teknologinya," kata Azis saat dihubungi detikcom beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan proses penggorengan ini biasa dilakukan pada suhu 140-160 derajat celcius selama 60-120 detik. Karena suhu yang panas, air akan menguap dan digantikan oleh minyak sehingga mi menjadi kering yang dikenal sebagai mi instan di pasaran. Jika tidak melewati proses ini, adonan mi tentu hanya akan menjadi mi basah yang harus segera dikonsumsi.
Dampak Proses Penggorengan pada Mi Instan
Proses penggorengan dalam mi instan ini pada akhirnya menimbulkan pertanyaan mengenai faktor kesehatan dari produk ini. Lantas, bagaimana faktanya?
Azis memaparkan proses penggorengan dalam produksi mi tentu menggunakan minyak goreng. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh banyak orang, sebab ada 2 implikasi dari penggunaan minyak goreng yang bisa berbahaya bagi kesehatan.
Pertama, apakah terjadi kerusakan minyak selama penggorengan? Kedua, ketika kerusakan itu terjadi apakah penggantian minyak gorengnya secara reguler setelah beberapa kali pemakaian dilakukan atau tidak?
"Harus perhatikan 2 hal ini, karena penggorengan menggunakan suhu 140-160 derajat celcius jadi kemungkinan besar akan terjadi kerusakan minyak. Minyak yang rusak itu bisa ikut terbawa ke bahan yang digoreng, apabila implikasi yang kedua kita tidak sering mengganti minyak gorengnya. Inilah kelemahan dari produk hasil penggorengan," sebutnya.
Ia menyebut minyak yang mengalami kerusakan ini bisa menimbulkan oksidasi atau hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Hal ini bisa menghasilkan senyawa keton dan hidrokarbon yang dapat bersifat toksik bagi tubuh. Kendati demikian ia mengingatkan perlunya penelitian lebih lanjut terkait hal ini, meski di luar negeri sudah banyak artikel ilmiah yang membahas dampak soal proses penggorengan terhadap kesehatan.
Selain itu, Azis memaparkan ada bukti kuat bahwa peluang terbentuknya penyakit kronis, seperti gagal jantung, diabetes, dan hipertensi pada seseorang semakin tinggi saat mengkonsumsi produk yang digoreng dengan frekuensi yang jauh lebih tinggi. Misalnya, lebih dari 4 kali dalam seminggu.
Pakar Menyarankan Alternatif Lain
Menurut Azis, banyak sekali teknologi pengolahan pangan yang bisa dieksplorasi untuk menghasilkan produk bermutu di pasaran, termasuk mi instan. Dengan teknologi tersebut, masyarakat dapat mengonsumsi makanan yang berdampak lebih baik untuk kesehatannya. Sehingga makanan yang dikonsumsi tak hanya nikmat, tapi juga sehat.
Dengan tidak adanya proses penggorengannya, turunan-turunan proses degradasi minyak yang berdampak kurang baik pada kesehatan juga bisa diminimalisasi.
"Peran ilmu teknologi pangan sangat penting, bukan hanya untuk industri atau produsen tapi juga untuk masyarakat agar melihat teknologi sebagai hal positif untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan mendukung pola hidup sehat dan produktif," pungkasnya.
Dengan memahami proses produksi mi instan di pasaran, masyarakat diharap bisa lebih cermat lagi memilih alternatif produk untuk dikonsumsi. Terutama produk yang diproses dengan teknologi pengolahan pangan baik sehingga lebih nikmat dan sehat saat dikonsumsi.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Produksi Mi Instan di Pasaran Melewati Proses Penggorengan, Sehatkah?"