Ilustrasi pasien anak dirawat. (Foto: Getty Images/iStockphoto/kan2d) |
Ketua Dewan Pakar Perhimpunan Ahli Bedah Ortopedi Indonesia (PABOI) & Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya Prof Dr dr Ferdiansyah, SpOT(K) menyebut tren kasus kanker tulang di Indonesia bak fenomena gunung es. Banyak kasus tidak teridentifikasi atau telat terdeteksi hingga terlambat ditangani.
Menurut Prof Ferdiansyah ada dua gejala khas kanker tulang yang muncul yakni benjolan dan rasa nyeri yang tak tertahankan. Rasa nyeri tersebut juga umumnya tidak mereda meskipun telah diberi obat dalam jangka waktu panjang.
Dua kanker tulang yang kerap ditemui yakni osteosarcoma dan ewing sarcoma. Keduanya banyak menyerang anak dan remaja mulai dari usia 5 hingga 14 tahun. Jika mengacu pada data Amerika Serikat (AS), prevalensinya berada di 5-12 persen per 1 juta penduduk. Kemungkinan yang sama dilaporkan di Tanah Air.
"Trennya ini mungkin kurang lebih seperti fenomena gunung es, yang datang itu sudah terlambat, jadi mungkin kalau kita mendeteksi dini, yang akan datang harusnya lebih banyak lagi," beber Prof Ferdiansyah, dalam konferensi pers Selasa (4/7/2023).
"Memang di RS tempat saya praktik sendiri, semakin lama semakin banyak ya tapi mungkin itu karena ada deteksi dini yang bagus, ketika datang di awal," sambung dia.
Penyebab pasti kanker tulang hingga saat ini belum diketahui. Sama seperti kasus kanker lain, ada beragam faktor yang mungkin melatarbelakanginya.
"Ada faktor genetik, ada faktor lingkungan, adanya polusi, dan jangan lupa banyak makanan cepat saji yang banyak mengandung karsinogen," jelas dia.
"Jadi kita masih melakukan banyak penelitian," sambung dia.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Bak Fenomena Gunung Es, Banyak Anak 5-14 Tahun di RI Kena Kanker Tulang"