Dekan FKUI Prof Ari Fahrial Syam. (Foto: Hana Nushratu/detikHealth) |
Fenomena bullying di kalangan dokter residen belakangan mencuri perhatian publik di tengah munculnya beberapa pengakuan korban. Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam, tindakan bullying di program pendidikan dokter spesialis (PPDS) tidak bisa ditolerir.
Pihaknya juga sudah menyiapkan sanksi berdasarkan perilaku bullying yang dilakukan, mulai dari kategori ringan berupa teguran hingga paling berat 'drop-out'. Sayangnya, menurut Prof Ari, banyak yang kemudian menganggap seolah-olah kasus bullying nyaris terjadi di seluruh proses pendidikan.
Misalnya, Prof Ari menyoroti kabar peserta didik 'dipalak' puluhan hingga ratusan juta rupiah demi kepentingan pribadi senior. Hal semacam itu perlu dibuktikan kebenarannya.
"Yang artinya jangan ini dikasih seperti bola liar, barangnya belum tentu ada, tapi seolah-olah ada," tuturnya dalam konferensi pers Selasa (27/5/2023).
Prof Ari juga menyinggung bentuk-bentuk bullying yang kerap dikaitkan dengan proses pendidikan, salah satunya termasuk lama waktu jam jaga. Bukan tanpa sebab, peserta didik junior mendapatkan lebih banyak jam jaga dikarenakan perlu terpapar jumlah kasus lebih banyak sebagai pembelajaran.
"Pada peserta didik junior tentu karena dia harus meningkatkan jumlah kasus dan harus banyak belajar, jam jaganya akan lebih banyak dibandingkan seniornya, karena ada banyak tahapan, tahap 1, tahap 2 atau tahap selanjutnya tahap mandiri, tahap mandiri bisa saja hanya seminggu, dua minggu sekali," beber dia dalam konferensi pers Selasa (27/5/2023).
"Itu memang kalau orang awam melihatnya kok ada perbedaan antara junior dengan senior, kalau yang tidak dimengerti itu dibully tapi itu tidak, itu proses di mana dia kalau baru masuk harus banyak terpapar dengan banyak kasus sehingga dia ada jam jaga," sambungnya.
Soal Operasi
Prof Ari mengklaim salah kaprah proses pendidikan yang kemudian diartikan bullying adalah terkait tugas laporan praktik operasi yang banyak diberikan kepada peserta didik junior.
"Disampaikan dalam proses misalnya operasi, itu memang PPDS junior membuat laporan operasi, kenapa kok juniornya, bukan seniornya? Agar dia memiliki pembelajaran, mengetahui apa-apa saja yang telah dilakukan oleh seniornya," beber dia.
"Jadi ini terus terang banyak informasi-informasi yang dianggap itu bully, tapi itu sebetulnya adalah bagian dari pendidikan residen," sambungnya.
Kegiatan olahraga yang kemudian muncul di kalangan residen menurut Prof Ari malah menjadi hal yang positif bagi sesama peserta didik. Selain membuat tubuh tetap bugar, peluang bersosialisasi yang membantu proses pendidikan juga terbuka luas.
"Jadi kalau dia tidak buat sarana berkumpul, berolahraga, berkesenian, akan lama beradaptasi dengan yang lain," sambung dia.
"Cuma yang tadi itu, oh mereka dipaksakan untuk olahraga, ya tidak, hal-hal seperti inilah yang kadang dalam praktik di lapangan tidak dipahami," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "FKUI Bicara 'Bola Liar' di Tengah Ramai Kasus Bullying Calon Dokter Spesialis"