Misi Chandrayaan-3 India saat akan meluncur ke Bulan. Foto: ABC Australia |
Perlombaan menuju Bulan sedang berlangsung di antara negara-negara yang mengembangkan teknologi luar angkasa. India, baru saja merayakan keberhasilannya mendaratkan pesawat ruang angkasa Chandrayaan-3 di kutub selatan Bulan.
Kesuksesan ini menjadikan India negara keempat di dunia yang berhasil melakukan pendaratan di Bulan, setelah AS, China, dan Rusia. Serta negara pertama yang mendarat di kutub selatan Bulan, tempat di Bulan yang menjadi incaran semua negara saat ini.
Perlombaan antariksa di antara negara-negara dimulai pada abad ke-20 yakni antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet yang saat itu tengah terlibat Perang Dingin.
AS vs Uni Soviet kala itu, memicu persaingan teknologi dan sains yang didasarkan pada keamanan nasional. Di awal abad ke-21, banyak negara, terutama AS, China, India, dan Rusia, ikut berlomba melakukan eksplorasi luar angkasa.
Kali ini, isunya tak lagi soal keamanan nasional dan menunjukkan siapa yang paling hebat, tetapi terkait juga dengan dampak perubahan iklim dan pemulihan pascapandemi COVID-19 tahun 2020-2022. Semua negara kini mencari tahu kemungkinan meningkatkan potensi manusia menghuni luar angkasa.
Perubahan Iklim hingga Perang
Perang di Eropa dan lintasannya kemungkinan besar akan mempengaruhi perlombaan menuju Bulan. Negara-negara yang ambil bagian saat ini sangat luas dan beragam.
Empat negara utama (AS, Rusia, China, dan India) dan negara lain yang sedang mengembangkan teknologi dan sains terkait luar angkasa, kini didorong untuk bekerja sama, mengingat isu perubahan iklim saat ini.
Seperti dikutip dari Eurasia Review, perlombaan menuju Bulan menjadi semakin terakselerasi karena potensi 'perekonomian' Bulan dan cepatnya perubahan iklim terjadi.
Misi ke Bulan kini dinilai penting untuk mengurangi ketegangan pada zona iklim dan ekosistem Bumi. Ini adalah proses yang perlu dilakukan dengan cepat dan tepat. Perubahan iklim terjadi lebih cepat, sementara peralihan penggunaan energi ke arah strategi terbarukan berjalan terlalu lambat.
Oleh karena itu, upaya di Bumi perlu dipercepat, dan meninggalkan Bumi secepat mungkin menuju Bulan menjadi bagian dari persyaratan perlombaan luar angkasa. Sejumlah pakar memperkirakan manusia mungkin sudah akan mulai menghuni Bulan di tahun 2030, meskipun prediksi itu masih bisa meleset.
Mengincar Kutub Selatan Bulan
Semua negara yang terlibat dalam misi ke Bulan menargetkan kutub selatan. Mengapa? Kutub selatan telah diidentifikasi sebagai kemungkinan lokasi potensial untuk mendukung kehidupan di masa depan. Kutub itu juga adalah perbatasan baru untuk misi eksplorasi Bulan.
Ilmuwan tertarik meneliti keberadaan es di kutub selatan Bulan, karena mereka dapat memberikan catatan tentang gunung berapi di Bulan, material yang dibawa komet dan asteroid ke Bumi, dan asal muasal lautan.
Jika es tersedia dalam jumlah yang cukup, es tersebut dapat menjadi sumber air minum untuk misi eksplorasi Bulan. Es juga bisa dipecah untuk menghasilkan hidrogen sebagai bahan bakar dan oksigen untuk bernafas untuk mendukung misi ke Mars atau penambangan di Bulan.
Secara keseluruhan, perlombaan eksplorasi luar angkasa sedang berlangsung. Pada akhirnya, pengiriman wahana atau manusia ke Bulan akan menjadi hal yang kompetitif.
Upaya tersebut juga memunculkan pertanyaan mengenai legalitas hak mineral di permukaan Bulan. Jika menyangkut iklim, eksplorasi Bulan perlu bergerak secepat mungkin untuk mendapatkan solusi di Bumi.
Lebih dari itu, perlu diingat bahwa Perjanjian Luar Angkasa PBB tahun 1967 melarang negara mana pun mengklaim kepemilikan Bulan. Meski demikian, tidak ada ketentuan yang bisa menghentikan operasi komersial.
Artikel ini telah tayang di inet.detik.com dengan judul "Perlombaan ke Bulan Bisa Tentukan Masa Depan Bumi"