Hagia Sophia

03 February 2024

Anak Usia 11 Tahun Terkena Thalasemia, Awalnya Hanya Terlihat Pucat

Cerita bocah 11 tahun yang sakit thalasemia beta mayor. (Foto ilustrasi: Getty Images/iStockphoto/kan2d)

Thalasemia merupakan kelainan darah genetik yang menyebabkan bentuk hemoglobin tidak normal, akibatnya merusak sel darah merah. Kondisi ini diakibatkan karena berkurangnya atau tidak terpenuhinya protein, sehingga sel darah merah mudah pecah.

Kondisi inilah yang dialami Assyifa Salsabila Balqis. Bocah perempuan berusia 11 tahun itu pertama kali diketahui mengidap thalasemia pada 2022 lalu.

Ibu dari Assyifa, Kiki, mengatakan sejak awal anak sulungnya itu tidak menunjukkan gejala sakit sama sekali. Ia anak yang aktif, lincah, dan selalu berbaur dengan teman-temannya.

"Tiba-tiba pada September 2022, itu saya Assyifa pucat banget. Dia sempat menyampaikan sama saya di sekolah, itu dimainin sama teman-temqnnya 'kok kamu kayak hantu karena pucat sekali'," jelas Kiki dalam konferensi pers, Jumat (2/2/2024).

"Saya ngerasa kok ada yang aneh, kenapa dia bisa pucat seperti itu. Sebelumnya nggak seperti itu," sambungnya.

Setelah berdiskusi dengan suaminya, orang tua Assyifa kemudian memutuskan untuk memeriksakan kondisi anaknya. Setelah dicek, kadar hemoglobin (HB) dirinya ternyata sangat rendah, berada di sekitar 5-6 gram/dL dan disarankan untuk rawat inap imbas diperlukan transfusi darah.

Kiki kembali diarahkan untuk bertemu dokter spesialis hematologi di rumah sakit lain untuk mencari tahu penyakit yang diidap Assyifa. Setelah menjalani serangkaian tes, baru diketahui Assyifa mengidap thalasemia beta mayor.

"Pemeriksaan itu, baru diketahui ada indikasi thalasemia. Saat itu, Assyifa disuruh skrining, cek darah lengkap semuanya dan keluar diagnosanya thalasemia beta mayor," kata Kiki.

"Melihat itu, dokter menyarankan untuk semua anggota keluarga skrining karena Assyifa kena thalasemia. Saat hasilnya keluar, adiknya yaitu Khansa juga terkena thalasemia beta mayor, sementara adik keduanya Fatih thalasemia beta minor," jelasnya.

Ketakutan Orang Tua soal Thalasemia

Mengetahui itu, Kiki merasa khawatir dan takut karena tidak mengetahui pasti thalasemia itu penyakit seperti apa. Dengan mencari di internet, banyak yang mengatakan bahwa thalasemia tidak bisa sembuh hingga belum ada obatnya.

"Saat itu Assyifa transfusi darahnya kadang seminggu sekali, kadang dua minggu sekali. Jadi dalam sebulan, bisa transfusi 2-3 kali ke rumah sakit. Itu yang memotivasi untuk cari informasi untuk pasien thalasemia," beber Kiki.

"Karena kondisi awalnya Assyifa itu nggak bagus, karena limpanya sudah mulai membesar, jadi memang harus dilakukan transfusi yang cukup sering," sambungnya.

Kedua orang tua Assyifa terus mencari cara lain untuk mengobati putrinya itu.

"Setelah diskusi dengan suami untuk melakukan transplantasi sel punca. Assyifa lanjut diarahkan untuk diskusi dengan dokter spesialis anak konsultan di Tzu Chi Hospital, dr Edi S Tehuteru, SpA(K), melalui zoom untuk membahas soal transplantasi," ungkap Kiki.

Saat ini, Assyifa telah mendapatkan donor sel punca darah dari adik laki-lakinya Fatih. Meski Fatih mengidap thalasemia juga, kondisinya masih jauh lebih baik dari Assyifa.



























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Cerita Bocah 11 Tahun Sakit Thalasemia, Awalnya Tak Keluhkan Gejala Selain 'Pucat'"