Ketua IDAI berkomentar soal wacana pembangunan lebih banyak fakultas kedokteran. (Foto: DetikHealth/Nafilah Sri Sagita K) |
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ikut berkomentar terkait gagasan para capres untuk mengatasi kebutuhan dokter di Indonesia, antara lain degan membuka 300 fakultas kedokteran (FK) dan mendatangkan profesor dari luar negeri. Menurut IDAI, poin terpenting adalah distribusi, alih-alih terus menambah jumlah tenaga dokter tanpa memastikan kompetensinya.
Kuantitas, jika tidak dibarengi kualitas malah akan merugikan tenaga dokter dan masyarakat. Dirinya berpesan untuk tidak terburu-buru dalam mencetak dokter lantaran diperlukan kompetensi mumpuni demi pelayanan maksimal di masyarakat.
"Iya membangun 1 FK aja kan persyaratannya kan banyak ya, jadi nggak gampang gitu loh. Jangan sampai nanti kita ingin mengejar kuantitas, tapi kualitasnya acak-adut gitu. Jadi saya kira itu harus seiring, kuantitas kualitas itu seiring jangan sampai kita mencetak dokter banyak-banyak dokter tapi kualitasnya jelek gitu karena buru-buru gitu," beber Ketua Umum IDAI, dr Piprim Basarah Yanuarso, saat ditemui detikcom, Senin (5/2/2024).
Dirinya juga menanggapi usulan mendatangkan para dokter dan profesor luar negeri untuk membantu peningkatan kompetensi dan edukasi di kalangan nakes serta tenaga dokter Indonesia. Ide semacam itu sebetulnya juga sudah kerap dilakukan dalam beberapa kesempatan. Artinya, bukan menjadi suatu kebaruan.
"Nah itu saya kira ide untuk mendatangkan dokter-dokter di luar, untuk mengajar di kita, itu juga sudah kita lakukan sebetulnya, sudah sering kita lakukan kalau kita bikin acara ini ya, undang dokter luar ke sini, transform knowledge lah ya, jadi saya kira ya memang mesti sistematis nggak bisa instan," tuturnya.
"Dan juga fokusnya memang saya sepakat fokus itu di promotif preventif, misalnya kita jangan sampai di dunia kesehatan kita fokusnya di hilirisasi ngejar pasien yang khusus hanya ngobatin stroke, sakit jantung, apa segala macam. Lihat stroke itu kenapa? Lifestyle diseases, penyakit gaya hidup," sentil dr Piprim.
Pemerintah disebut dr Piprim harus mulai 'bebenah' mengedepankan sisi promotif dan preventif atau pencegahan. Bila hal itu dilakukan, kasus penyakit kronis atau penyakit katastropik yang membutuhkan pembiayaan besar dan pengobatan relatif lama lebih mudah ditekan.
"Kebanyakan snack, kebanyakan minum gula yang tinggi, nggak pernah olahraga, mager, itu kan gaya hidup sebetulnya. Kalau kita upaya promotif kesehatannya dan preventifnya dikejar, itu nanti di hilirnya akan berkurang kasus-kasus yang 'menggerogoti' kesehatan," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Bangun 300 FK-Datangkan Profesor LN? IDAI Khawatirkan Dokter Banyak Tapi Kualitas Jelek"