Foto: Getty Images/iStockphoto/Andrei Vasilev |
Saat ini sejumlah pihak menyoroti mahalnya biaya yang diperlukan dokter untuk bisa melakukan praktik. Tak hanya persoalan Surat Izin Praktik (SIP) yang sulit dan mahal untuk diperoleh oleh dokter di Indonesia, biaya pendidikan dokter spesialis pun diyakini membutuhkan dana yang sangat besar.
Hal itu pun juga diamini oleh Ketua Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) Prof Dr dr Ketut Suastika, SpPD-KEMD, FINASIM. Ia membandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapat pendidikan dokter spesialis dulu dan sekarang.
"Ya (pendidikan dokter spesialis) itu memang relatif mahal. Tapi seharusnya kalau saya senang sekali kalau dokter spesialis itu sekolahnya gratis, zaman saya sekolah kan gratis, nggak bayar," ucap Prof Ketut ketika ditemui detikcom di Jakarta Selatan, Senin (21/3/2023).
Lebih lanjut, dirinya berharap pendidikan dokter spesialis ini nantinya bisa didapatkan secara gratis. Dengan begitu, tenaga dokter spesialis nantinya diharapkan bisa berjumlah menjadi lebih banyak dan dapat menjangkau lebih banyak pasien di Indonesia.
"Jadi kalau dikembalikan ke gratis itu pemerintah mendukung ini. Kemudian tenaganya bisa digunakan di mana saja itu paling bagus menurut saya," jelasnya.
"Setahu saya di luar negeri itu nggak ada pendidikan spesialis yang bayar, malah digaji," sambungnya.
Terlepas bagaimana cara pemerintah untuk meningkatkan jumlah dokter spesialis di Indonesia, Prof Ketut menuturkan bahwa menggratiskan biaya pendidikan dokter spesialis adalah cara yang paling efektif.
"Kalau pemerintah mau hospital-base atau university-base, kalau free seperti zaman dulu saya kira itu akan jauh lebih bagus," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Pendidikan Dokter Spesialis Mahal? Pakar Sebut Harusnya Gratis dan Malah Digaji"