Ilustrasi egg freezing (Foto: Getty Images/iStockphoto/Neznam) |
Belakangan ramai istilah social egg freezing. Tren ini muncul sebagai jawaban atas keengganan generasi masa kini untuk buru-buru punya keturunan, tetapi tetap ingin menyisakan peluang untuk reproduksi.
Konsultan endokrinologi reproduksi dan infertilitas Prof Dr dr Budi Wiweko, SpOG (K), MPH menjelaskan social egg freezing adalah upaya membekukan sel telur yang dilakukan perempuan usia muda yang belum menikah atau ingin menunda pernikahan. Ia bisa menikah dan memiliki anak kapan saja asal sel telurnya tersimpan dengan baik.
Soal harga, dokter kandungan yang akrab disapa Prof Iko tersebut menganalogikan pembayaran prosedur egg freezing ibarat menyewa indekos. Mahal tidaknya, tergantung seberapa lama mau menyewa.
"Prinsipnya hanya bayar kos-kosan. Bayar kos bulanannya berapa, kos tahunannya, tapi tidak terlalu mahal kalau dari sisi teknologinya. Mungkin kalau dia puluhan tahun ya baru jadi mahal," ungkapnya dalam perbincangan di detikPagi, Senin (22/5/2023).
Ia menambahkan, sel telur tidak akan kadaluarsa meski disimpan dalam waktu yang sangat lama.
"Mau disimpan satu tahun, 10 tahun, 100 tahun, tidak masalah. Saya kira itu salah satu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa," kata Prof Iko.
Prof Iko menyarankan jika ingin membekukan sel telur, sebaiknya ketika berusia di bawah 35 tahun. Kualitas sel telur perempuan di bawah usia tersebut masih tergolong baik.
"Usia di atas 35 tahun sebenarnya kualitas sel telur sudah menurun. Kalau dilakukan egg freezing kualitasnya tidak terlalu baik dibandingkan di bawah 35 tahun. Badan organisasi preservasi reproduksi di dunia juga mensyaratkan itu untuk mendapat input dan output yg baik," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Membekukan Sel Telur di Indonesia, Biayanya Berapa Sih? Ssst, Ini Bocorannya"