Hagia Sophia

26 May 2023

Ini Penyebab Gelombang Panas yang Menyerang Asia Tenggara

Gelombang panas di India. (Foto: SOPA Images/LightRocket via Gett/SOPA Images)

India, Bangladesh, Laos, hingga Thailand menghadapi gelombang panas mematikan. Riset mengungkap pemicunya 30 kali lebih mungkin terjadi akibat perubahan iklim.

Suhu di beberapa wilayah India melampaui 44 derajat Celcius pada pertengahan April. Akibatnya, 11 kematian dilaporkan imbas heatstroke atau 'serangan panas' di wilayah sekitar Mumbai.

Sementara di Bangladesh, tepatnya wilayah Dhaka, belum lama ini juga mencatat rekor hari terpanas dalam hampir 60 tahun. Tren tak jauh berbeda juga dicatat Kota Tak, Thailand, saat itu rekor suhu terpanas berada di 45,4 derajat Celcius, menyusul setelahnya provinsi Sainyabuli di Laos yakni 42,9 derajat Celcius.

"Rekor suhu terpanas sepanjang masa," demikian rilis studi World Weather Attribution, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (26/5/2023).

Dua kematian dilaporkan di Thailand, tetapi jumlah korban sebenarnya bisa jadi lebih tinggi karena panas ekstrem menyebabkan rawat inap meluas. Kelompok miskin menjadi yang paling rentan terkena dampak terburuk.

Studi baru oleh para ilmuwan iklim internasional mengamati suhu maksimum rata-rata dan indeks panas maksimum, termasuk kelembapan.

"Di kedua wilayah, para peneliti menemukan bahwa perubahan iklim membuat gelombang panas lembap setidaknya 30 kali lebih mungkin terjadi, dengan suhu setidaknya 2 derajat Celcius lebih panas daripada tanpa perubahan iklim," kata WWA dalam sebuah pernyataan.

"Sampai keseluruhan emisi gas rumah kaca dihentikan, suhu global akan terus meningkat dan kejadian seperti ini akan semakin sering dan parah," tambahnya.

Analisis tersebut juga menemukan bahwa kejadian seperti di India dan Bangladesh, yang sebelumnya terjadi sekali dalam satu abad, sekarang dapat terjadi setiap lima tahun sekali karena perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

Sementara untuk Laos dan Thailand, jika suhu global naik dua derajat Celcius, seperti yang akan terjadi dalam waktu sekitar 30 tahun, saat emisi tidak dikurangi dengan cepat, kejadian ekstrem seperti itu dapat terjadi setiap 20 tahun. Dibandingkan dengan tren saat ini, dua kali selama satu abad.

"Kami melihat berulang kali bahwa perubahan iklim secara dramatis meningkatkan frekuensi dan intensitas gelombang panas, salah satu peristiwa cuaca paling mematikan yang pernah ada," kata Friederike Otto dari Institut Perubahan Iklim dan Lingkungan Grantham, yang terlibat dalam penelitian tersebut.























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Terjawab! Ini Biang Gelombang Panas Mematikan yang Hantam Asia Tenggara"