Krisis populasi di Korea Selatan. (Foto: Getty Images/JUNG YEON-JE) |
Efek 'resesi seks' di Korea Selatan makin ngeri. Satu dari 10 klinik anak kini telah tutup imbas angka kelahiran rendah.
Laporan yang dirilis Health Insurance Review and Assessment Service menunjukkan jumlah klinik anak menurun menjadi 456 di Seoul tahun lalu. Menyusut hingga 12,5 persen dari 521 klinik di 2017.
"Klinik anak sulit dioperasikan lagi," jelas Lim Hyun-taek, Ketua Asosiasi Dokter Anak Korea, dikutip dari The Korea Herald.
Ini juga berimbas pada praktik dokter anak. Dibandingkan dengan departemen kedokteran lain, pediatri hanya menerima biaya janji dokter lantaran tidak ada biaya tambahan di luar yang ditanggung oleh asuransi kesehatan.
Lim menyebut biaya untuk menemui dokter anak di Korea hanya dikenakan biaya lima persen dari yang diterapkan di Amerika Serikat. Bahkan lebih rendah daripada Kamboja dan China.
"Ini mengharuskan rumah sakit untuk menerima setidaknya 80 pasien sehari untuk mempertahankan bisnis, tetapi angka kelahiran yang menurun membuatnya tidak mungkin," katanya.
Berdasarkan departemen, jumlah klinik radiologi juga menurun sebesar 2,4 persen dari tahun 2017 ke 2022. Sementara itu, jumlah klinik psikiatri, anestesiologi, dan bedah kardiotoraks meningkat.
Jumlah klinik psikiatri meningkat sebesar 76,8 persen dari 302 menjadi 534 selama periode yang sama. Disusul dengan peningkatan klinik anestesiologi sebesar 41,2 persen dan klinik bedah kardiotoraks sebesar 37,5 persen.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Efek Krisis Populasi Makin Ngeri, Klinik Anak di Korea Selatan Tutup"