Hagia Sophia

14 October 2023

Beberapa Pemicu Kanker Payudara, Bukan Bra yang Ketat

Ilustrasi. Foto: Getty Images/iStockphoto/FTiare

Seiring 'No Bra Day' yang jatuh tepat hari ini, masyarakat diajak untuk bersama-sama memahami pentingnya menjaga kesehatan payudara. Salah satu yang kerap menjadi perbincangan berkenaan dengan kesehatan payudara tak lain risiko kanker payudara, yang disebut-sebut dipicu oleh gaya hidup.

Dokter spesialis penyakit dalam konsultan hemato-onkologi, dr Jeffry Beta Tenggara, SpPD-KHOM menjelaskan, penyebab kanker sebenarnya tidak pernah satu faktor, melainkan gabungan dari beberapa faktor. Walhasil, tak tepat jika dikatakan bahwa kanker payudara disebabkan oleh gaya hidup atau pola makan tertentu.

"Penyebab kanker itu tidak pernah satu faktor, selalu multifaktor. Makanya kita tidak bisa bilang pencegahan kanker. Tidak ada itu. Selalu ada faktor X, selalu kita bilangnya faktor A meningkatkan risiko kanker contohnya orang gemuk, obesitas. Orang yang merokok, minum alkohol," terangnya saat dihubungi detikcom, Kamis (12/10/2023).

Sering Pakai Bra Ketat Bisa Bikin Kanker?

Sering juga beredar anggapan, sering menggunakan bra terlalu ketat bisa meningkatkan risiko kanker payudara pada wanita. Padahal rupanya, anggapan itu hanyalah mitos belaka dan tak terbukti secara medis.

dr Jeffry meluruskan, penggunaan bra yang terlalu kencang mungkin bisa meningkatkan risiko terjadi iskemia atau kurang oksigen di jaringan bawah kulit karena ada tekanan. Pada kondisi tersebut, pembuluh darah kecil di area payudara tersebut tertekan, sehingga aliran darah ke kulit dan jaringan tersebut terganggu dan timbul rasa nyeri.

"Tapi apakah itu secara langsung menjadi faktor risiko kanker? Saya rasa tidak juga. Yang ada dia nyeri, ada reaksi radang. Ada penelitian menyatakan bahwa radang kronis itu bisa menyebabkan mutasi atau transgresi daripada sel sehingga dia jadi kanker, bisa. Tapi, tidak semerta-merta itu yang menjadi pemicu utama," tutur dr Jeffry.

"Karena di setiap penyakit ada dua, faktor genetik dan lingkungan. Genetik, kalau pasien ini ada keturunan, misal dari ibu atau tantenya, tanpa pakai beha yang kenceng juga bisa aja kena," pungkasnya.

Dihubungi secara terpisah, dokter spesialis bedah konsultan onkologi, Dr dr Samuel Haryono, SpB(K)Onk menjelaskan pada dasarnya, kurang tepat jika faktor risiko kanker payudara ini dikatakan sebagai 'penyebab'. Sebab pada dasarnya, latar belakang terjadinya kanker bisa beragam, tidak terlepas dari faktor molekuler.

"Faktor risiko (kanker payudara) yang utama adalah usia. Kalau secara genomik kita bisa menyebut usia. Tapi langsung ke faktor risiko yang lain, kedua adalah hormonal itu paling tinggi hampir 70 persen hormonal atau yang sering disebut reproduksi. Kapan mens pertama, itu pasti ditanya. Kalau siklus mens pertama usia kurang dari 10 tahun, dulu 12 sekarang turun lagi, itu risiko. Atau hamil, melahirkan, menyusui di atas 35 tahun," jelasnya.

Selain itu, sejalan dengan dr Jeffry, dr Samuel menyebut bahwa kebiasaan merokok dan minuman beralkohol juga bisa menjadi faktor risiko kanker payudara.

"Memang ada studi yang disebut 'urban population lifestyle'. Merokok dan minum alkohol ini dalam studinya memang berisiko. Jadi kalau di Eropa, di barat, minum itu kebiasaan atau boleh disebut kebutuhan dalam keadaan dingin. Tapi sudah jadi lifestyle. Itu risiko," jelasnya.

"Banyak penyakit yang hubungan dengan alkohol. Demikian juga merokok, itu memang risiko. Pada breast (payudara) juga berkaitan, di samping kanker paru dan yang lain," pungkas dr Samuel.

























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Bukan Perkara Bra Terlalu Ketat, Ini Sederet 'Biang Kerok' Pemicu Kanker Payudara"