Foto: Suci Risanti Rahmadania/DetikHealth |
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan angka stunting di tahun ini turun sebanyak empat persen, menjadi 17 persen. Mengacu Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Tanah Air mencapai 21,6 persen di 2022 dan targetnya bisa menurun pada 2024 menjadi 14 persen.
Menurut Budi, sejauh ini angka stunting tertinggi paling banyak dilaporkan di Nusa Tenggara Timur dengan angka balita stunting sebesar 35,3 persen. Faktor utama atar pemicu kebanyakan ancak berakhir stunting adalah kesehatan ibu hamil. Banyak dari mereka yang tidak mendapatkan pelayanan dasar kesehatan juga asupan gizi yang cukup.
"Karena di sana (NTT) masalah ekonomi ya, kesehatan dasar iya, juga kebersihan. Stunting itu kan masalah dasar dari kesehatan dan pemenuhan gizi," beber Budi, dikutip dari Antara, Kamis (18/10/2023).
Gizi buruk pada ibu hamil perlu diketahui sejak dini, ciri-ciri yang bisa dilihat adalah lingkar lengan atas ibu yang tidak mencapai 23,5 cm. Pasalnya, jika anak telanjur lahir dengan kondisi stunting, penanganannya terbilang cukup sulit.
"Stunting itu ibarat penyakit sudah stadium lima, maka jangan tunggu sampai stunting baru diintervensi, telat."
Menkes menyebut nasib generasi Indonesia Emas 2045 banal ditentukan dengan angka stunting, jika kasusnya terus meningkat, mustahil anak muda bisa menikmati Indonesia sebagai negara maju dengan pendapatan per kapita 13 ribu dolar AS per tahun.
"Kalau sampai terlewat dan pendapatannya belum mencapai 13 ribu dolar AS per tahun, maka kemungkinannya semakin kecil untuk anak-anak kita menikmati hidup di negara maju," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Menkes Sebut Stunting Bak Penyakit Stadium 5, Jangan Sampai Telat Ditangani!"