Ilustrasi anak dirawat. (Foto: Getty Images/iStockphoto/kan2d) |
Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir melaporkan seratusan kasus anak gagal ginjal akut imbas zat toksik di obat sirup masih dalam proses pemulihan. Bahkan, ada laporan satu kasus yang mengalami kebutaan.
"Hancur masa depan anak-anak ini, bahkan ada anak yang kehilangan penglihatan dan tidak bisa mengenali wajah orang tuanya lagi ke depan. Bagaimana dengan masa depan anak ini? siapa yang bertanggung jawab atas semua bentuk kelalaian ini?" beber Tony dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Senin (27/11/2023).
Menurut Tony, Kementerian Kesehatan dan BPOM perlu bertanggung jawab lantaran dinilai sebagai lembaga pengawasan distribusi dan keamanan atas peredaran obat.
"Semua tindakan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian karena kesalahannya harus menggantikan kerugian tersebut. Dan negara harus menjamin masa depan anak-anak yang cacat yang menjadi korban obat beracun sampai mereka dewasa nanti," ujarnya.
Sri Rubiyanti, orang tua Raina, korban anak gagal ginjal akut akibat sirup beracun mengaku dokter mendiagnosis anaknya mengalami kebutaan. Bahkan, dari hasil pemeriksaan, mata Raina tidak bisa dipastikan apakah bisa kembali ke kondisi semula.
Di sisi lain, pertumbuhan Raina juga terbilang terkendala. Hingga saat ini, pertumbuhan badan Raina tidak normal, belum bisa berbicara, duduk, dan harus menjalani fisioterapi sebanyak dua kali dalam satu minggu.
Sri menyatakan biaya pengobatan Raina sangatlah mahal bagi dirinya yang saat ini sudah tidak lagi bekerja. Ayah Raina yang hanya mendapatkan gaji UMR dirasa tidak cukup untuk menutupi kebutuhan keluarga serta pengobatan.
Saat ini untuk membantu perkembangan Raina, dokter menyarankan Sri membelikan Sepatu Koreksi Ortopedi untuk merangsang saraf-saraf Raina. Namun, harganya yang sangat mahal tentu membuat Sri dan keluarga tidak mampu membelinya.
Kemenkes RI Buka Suara
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi menyebut pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Sosial terkait bantuan yang akan diberikan kepada korban gagal ginjal akut di kasus obat sirup zat toksik etilen glikol dan dietilen glikol.
"Koordinasi masih dengan Kemensos, sudah diputuskan akan diberikan bantuan melalui Kemensos ya," terang dr Nadia saat dihubungi Senin (27/11).
Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin beberapa waktu lalu. Pemerintah disebut mengucurkan dana bahkan hingga 17 miliar rupiah sebagai bentuk santunan kepada para korban.
Total biaya santunan untuk pasien yang sembuh sebesar 7,32 miliar rupiah. Seluruh pembiayaan pelayanan kesehatan gagal ginjal akut ditanggung oleh program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Kementerian tersebut (Kemensos) sudah selesai verifikasi dan datanya seharusnya sudah bisa masuk dan mereka bikin juknisnya (petunjuk teknis). Jadi, sekarang Kemenkes ngejar-ngejar kementerian lain untuk bikin juknisnya," jelas Menkes dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (7/11).
"Karena setelah juknisnya keluar, kita akan kejar-kejar kementerian keuangan supaya itu bisa dikeluarkan oleh kementerian yang terkait. Dan saya harap bisa keluar tahun ini karena sudah terlampau lama," bebernya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "1 Anak Korban Gagal Ginjal Akut EG-DEG Dilaporkan Buta, Kemenkes RI Buka Suara"