Hagia Sophia

07 January 2023

Separuh Gletser di Bumi Akan Cair pada Tahun 2100

Ilustrasi resor ski di Bosnia musim liburan Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 kehilangan salju. Foto: AP/Armin Durgut

Separuh gletser planet ini akan mencair pada tahun 2100, bahkan jika manusia sudah berusaha menurunkan suhu Bumi sesuai Perjanjian Paris. Penelitian terbaru menemukan skala dan dampak hilangnya gletser lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya.

Para peneliti menemukan bahwa 49% gletser akan menghilang. Ini akan terjadi dalam skenario paling optimis yakni Perjanjian Paris berhasil menjaga 1,5 derajat Celcius di atas suhu di masa praindustrialisasi.

Namun, jika pemanasan global berlanjut di bawah skenario pemanasan 2,7 derajat Celcius saat ini, kerugian yang terjadi akan lebih signifikan. Sebanyak 68% gletser akan menghilang. Nantinya hampir tidak ada gletser yang tersisa di Eropa tengah, Kanada bagian barat, dan AS pada akhir abad berikutnya jika ini terjadi.

Naiknya permukaan laut

Mencairnya es dan hilangnya gletser secara signifikan akan berkontribusi pada kenaikan permukaan laut. Hal ini juga mengancam pasokan air dan meningkatkan risiko bencana alam seperti banjir. Studi tersebut mengamati semua daratan es glasial kecuali lapisan es Greenland dan Antartika.

Jika kenaikan suhu dibatasi hingga 1,5 derajat Celcius, permukaan laut rata-rata akan meningkat sebesar 90 mm dari tahun 2015 hingga 2100. Tetapi dengan pemanasan 2,7 derajat Celcius, pencairan glasial akan menyebabkan kenaikan permukaan laut sekitar 115 mm.

Pencairan gletser gunung es diyakini berkontribusi terhadap lebih dari sepertiga kenaikan permukaan laut. Banyak dari kerugian ini tidak dapat dihindari, tetapi besarnya kerugian terkait langsung dengan kenaikan suhu. Jadi, menangani krisis iklim adalah kuncinya.

"Kehilangan massa gletser yang meningkat pesat karena suhu global meningkat melebihi 1,5 derajat Celcius menekankan urgensi untuk menetapkan janji menjaga iklim yang lebih ambisius untuk melestarikan gletser di daerah pegunungan ini," tulis para peneliti seperti dikutip dari The Guardian.

Tim menggunakan data satelit selama dua dekade untuk memetakan gletser planet dengan presisi yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Model sebelumnya mengandalkan pengukuran gletser tertentu, dan informasi itu kemudian diekstrapolasi.

Tetapi sekarang para peneliti bisa mendapatkan titik data pada masing-masing dari 200 ribu gletser di planet ini. Untuk pertama kalinya, hal ini memberikan wawasan tentang berapa banyak gletser yang akan hilang dalam berbagai skenario perubahan iklim.

Penulis utama studi, Dr David Rounce dari Carnegie Mellon University dan University of Alaska Fairbanks, mengatakan, ini adalah pertama kalinya mereka mengisolasi jumlah gletser yang akan hilang.

"Sebagian besar gletser yang akan hilang berukuran kecil, saat ini kurang dari 1 km persegi. Meskipun mereka berkontribusi lebih sedikit terhadap volume total, mereka paling rentan terhadap perubahan. Inilah mengapa total kehilangan massa lebih sedikit. Jadi, misalnya, di bawah skenario 2,7 derajat Celcius, 68% gletser akan hilang tetapi massa relatifnya lebih sedikit, diproyeksikan menjadi 32%," urainya.

Gletser kecil merupakan sumber penting air dan mata pencaharian bagi jutaan orang. Rounce mengatakan, ketika kita berpikir tentang lokasi di mana kebanyakan orang melihat dan mengunjungi gletser, itu letaknya benar-benar di lokasi yang dapat diakses, seperti di Eropa tengah, atau di pegunungan tinggi Asia.

"Di wilayah ini terdapat banyak gletser yang lebih kecil. Mereka benar-benar merupakan inti dari masyarakat dan ekonomi di lokasi tersebut," ujarnya.

Pegunungan yang lebih rendah seperti Pegunungan Alpen dan Pyrenees termasuk yang paling parah terkena dampaknya. Di Pegunungan Alpen, misalnya, pada tahun 2050, gletser diperkirakan rata-rata 70% lebih kecil, banyak gletser yang lebih kecil akan menghilang, dengan puncak salju digantikan oleh bebatuan gundul di beberapa lokasi, dan dengan hilangnya keanekaragaman hayati secara signifikan.

"Bunga Alpine bisa punah setelah gletser menghilang karena spesies yang lebih kompetitif menjajah daerah yang lebih tinggi di gunung. Lingkungan proglasial sangat sensitif terhadap pemanasan global, dan spesies gunung tunduk pada "eskalator menuju kepunahan," kata Rounce.

Ini bukan penelitian pertama yang memproyeksikan kenaikan permukaan laut dari pencairan glasial, tetapi proyeksi tersebut lebih akurat daripada model sebelumnya. Studi kali ini mengikuti penelitian dari tahun 2021 yang menemukan bahwa kecepatan pencairan gletser telah berlipat ganda dalam dua dekade terakhir, berkontribusi lebih besar terhadap kenaikan permukaan laut daripada lapisan es Greenland atau Antartika.
























Artikel ini telah tayang di inet.detik.com dengan judul "Seram! Separuh Es di Bumi Bakal Mencair Tahun 2100"