Hagia Sophia

28 June 2023

Ini Kata Psikolog Terkait Emotional Eating Seperti yang Dialami Saykoji

Penjelasan psikolog tentang efek 'emotional eating', sempat dialami Saykoji sebelum berhasil menurunkan berat badan 35 kg. Foto: Twitter @saykoji

Rapper kondang Tanah Air, Igor Saykoji, belakangan menjadi sorotan netizen lantaran beberapa kali membagikan kisah perjalanan dietnya. Dalam waktu delapan bulan, ia sukses memangkas berat badan hingga sebanyak 35 kg.

Namun perjalanannya itu tak bisa disebut mudah. Saykoji mengisahkan, sebelum membiasakan pola hidup sehat, ia adalah seorang 'emotional eater' yang terbiasa makan banyak ketika perasaannya sedang tidak baik-baik saja.

"Gue emotional eater. Banyak orang ngira gue bahagia terus, tapi gue makan sebagai cara gue menangani rasa sakit batin," ungkap Saykoji lewat akun media sosial miliknya.

Apa Itu Emotional Eating?

Psikolog klinis sekaligus founder dari pusat konsultasi Anastasia and Associate, Anastasia Sari Dewi, menjelaskan emotional eating adalah perilaku makan berlebih sebagai reaksi terhadap hal-hal yang membuat stres. Dalam kata lain, seorang emotional eater terbiasa melampiaskan stresnya dengan cara makan berlebih, atau yang dalam bahasa populernya kini disebut sebagai 'binge eating'.

"Kalau ada yang kejadian-kejadian atau event yang membuat seseorang itu secara emotional distress, dia larinya ke makan. Ini yang penjelasan secara psikologisnya. Bahasa populernya orang sebutnya 'bing eating', makan secara berlebih. Jadi tidak hanya binge shopping, binge eating juga ada," terangnya pada detikcom, Selasa (27/6/2023).

Ia menerangkan, secara biologis, kebiasaan emotional eating bisa memicu peningkatan berat badan secara drastis atau obesitas. Jika sudah terjadi demikian, efeknya bisa merembet ke mana-mana. Mulai dari muncul penyakit pada fisik, hingga menurunnya rasa kepercayaan diri dibarengi sensitif terhadap penampilan, perasaan gagal, atau cenderung menghindari lingkungan sosial karena tidak nyaman dengan tubuh.

"Dengan punya coping stress yang seperti ini, ini tentu saja tidak sehat. Karena direkam oleh otak, makan itu sebagai oral sensation untuk meminimalisir stres," jelas Sari.

"Padahal, risiko atau dampaknya itu nanti tidak baik untuk kesehatan. Lebih baik memiliki coping stress itu yang minim risiko atau tidak berbahaya untuk tubuh dalam jangka waktu panjang ke depan. Kalau makan kan agak berisiko, karena nanti menjadi berlebihan. Jadi harus punya coping stres yang tepat," pungkasnya.
























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Penjelasan Psikolog soal Emotional Eating, Dialami Saykoji Sebelum Turun BB 35 Kg"