Ilustrasi COVID-19 (Foto: Getty Images/loops7) |
Beberapa orang yang terkena COVID-19 hanya mengetahui bahwa mereka mengidapnya karena tes skrining. Mereka tak mengalami gejala apapun, bahkan tak mengalami efek samping atau long COVID selama berbulan-bulan. Lantas, apa alasannya?
Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Nature pada Rabu (19/7), menemukan bahwa orang yang memiliki variasi genetik tertentu dari protein dalam tubuh lebih mungkin tak mengalami gejala COVID-19. Bahkan, jika mereka terpapar virus tersebut.
Protein yang dimaksud disebut antigen leukosit manusia atau HLA. Itu ditemukan di permukaan sel dan membantu menurunkan sistem kekebalan tubuh jika terjadi kesalahan, katakanlah, selnya terinfeksi virus Corona.
Protein tak identik dengan saudara kandung maupun anggota keluarga, berkat perbedaan kecil pada tingkat genetik yang membuat protein HLA setiap orang unik.
"Ini adalah molekul sistem kekebalan yang sangat bervariasi yang duduk di permukaan semua sel dalam tubuh dan sangat berbeda pada setiap orang," kata Jill Hollenbach, seorang profesor neurologi di University of California, San Francisco, yang memimpin penelitian baru tersebut.
Studi tersebut melibatkan hampir 1.500 orang, dan semuanya tidak divaksinasi. Dari jumlah tersebut, 136 dites positif tetapi tidak memiliki gejala, termasuk pilek atau rasa geli di tenggorokan mereka.
Hasilnya, sekitar 20 persen orang yang tidak pernah mengalami gejala COVID-19, memiliki setidaknya satu salinan varian yang disebut HLA-B*15:01, dibandingkan dengan hanya 9 persen dari mereka yang memiliki gejala. Orang yang membawa dua salinan varian ini delapan kali lebih mungkin dibandingkan mereka yang tidak dites positif COVID-19, tetapi tetap tanpa gejala.
Meskipun demikian, protein HLA hanyalah satu bagian dari teka-teki. Orang dengan variasi HLA-B*15:01 juga memiliki sel-T yang mampu menemukan virus penyebab COVID-19.
Secara umum, untuk membersihkan virus dari sel seseorang, sel T bekerja bersama-sama dengan protein HLA. Saat virus menginfeksi sel, protein HLA akan mengambil potongan virus dan menahannya di permukaan sel. Ini bertindak sebagai semacam sinyal yang menandai sel-T mampu mengenali ancaman.
Dalam kasus orang dengan varian HLA-B*15:01, proses ini tampak lebih efektif dari biasanya, memungkinkan sel T bekerja lebih cepat untuk membunuh sel yang terinfeksi virus sebelum gejala berkembang.
Hollenbach mengatakan temuan itu dapat membantu para peneliti mengembangkan obat dan vaksin yang lebih baik untuk COVID-19.
"Ini adalah gejala kompleks yang berperan di sini, bukan satu hal yang menjawab segalanya," kata Genevieve Wojcik, asisten profesor epidemiologi di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg, yang berspesialisasi dalam genetika.
"Genetika biasanya hanya bagian dari teka-teki dan hanya satu varian yang merupakan bagian yang lebih kecil dari teka-teki," imbuhnya lagi.
Meski begitu, penelitian tersebut memiliki keterbatasan sehingga membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Terungkap Alasan Ada Orang yang Tak Bergejala saat Terpapar COVID-19"