Foto ilustrasi: Getty Images/iStockphoto/Manjurul |
Virus Nipah kembali mewabah di India, tepatnya di wilayah Kerala. Ini merupakan wabah yang terjadi keempat kalinya di Kerala sejak 2018.
Angka kematian akibat virus Nipah ini cukup tinggi. Bahkan, Direktur Jenderal Dewan Penelitian Medis India (ICMR) Rajeev Bahl mengatakan angka orang yang meninggal akibat infeksi virus ini jauh lebih tinggi dari pandemi COVID-19.
Dalam konferensi pers, Bahl mengatakan angka kematian akibat pandemi COVID-19 sebesar 2-3 persen. Sementara pada virus Nipah, tingkat kematiannya sebesar 40 hingga 70 persen.
"Kami tidak tahu mengapa kasus-kasus tersebut terus muncul. Pada tahun 2018, kami menemukan wabah di Kerala terkait dengan kelelawar," beber Bahl yang dikutip dari Hindustan Times, Minggu (17/8/2023).
"Kami tidak yakin bagaimana penularannya dari kelelawar ke manusia. Hubungan antar keduanya masih belum ditemukan. Sekali lagi kami mencoba mencari tahu kali ini. Itu selalu terjadi di musim hujan," jelasnya.
Untuk mengatasi virus ini, Bahl mengatakan telah melakukan berbagai cara agar bisa membendung penyebaran virus mematikan itu. Salah satunya, India akan membeli 20 dosis antibodi monoklonal lagi dari Australia untuk pengobatan infeksi virus Nipah.
"Kami mendapat beberapa dosis antibodi monoklonal dari Australia pada tahun 2018. Saat ini, dosis tersebut hanya tersedia untuk 10 pasien," ujarnya.
"...20 dosis lagi sedang diperoleh. Namun, obatnya perlu diberikan pada tahap awal infeksi. Hanya uji coba fase 1 untuk menetapkan keamanan obat yang telah dilakukan di luar negeri. Uji efikasi belum dilakukan. Itu hanya bisa diberikan sebagai obat penggunaan darurat," kata Bahl.
Meskipun secara global antibodi tersebut telah berhasil diberikan pada 14 pasien, sejauh ini belum ada seorang pun warga India yang diberikan dosis tersebut.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Geger Virus Nipah di India, Angka Kematiannya Disebut Lebih Tinggi dari COVID"