Permukaan Bulan. Foto: NASA |
Gempa Bulan besar yang terekam di seismometer Apollo sekitar setengah abad silam, dihubungkan dengan munculnya garis patahan dan tanah longsor di dekat Kutub Selatan Bulan.
Temuan itu dipublikasikan di The Planetary Science Journal, mengindikasikan satelit Bumi itu secara aktif menyusut. Akibatnya, permukaannya menjadi dipenuhi dengan retakan dan lipatan. Fenomena itu berpotensi membahayakan astronaut jika nanti kembali mendarat di permukaan Bulan dan mendirikan habitat permanen di sana.
Di 2010, analis dari Lunar Reconaissance Orbiter sudah mencurigai Bulan menyusut, yang kala itu diduga karena pendinginan bagian dalamnya. Di 2019, peneliti mengungkap bahwa Bulan masih mengalami gempa sampai saat ini.
Nah dalam riset baru ini, peneliti memakai data seismik dari era Apollo di area Kutub Selatan Bulan yang penuh retakan dan bebatuan. "Pemodelan kami menunjukkan gempa Bulan dangkal itu menghasilkan guncangan tanah yang kuat di wilayah Kutub Selatan," kata periset utama dan ilmuwan National Air and Space Museum Thomas Watters.
Pergerakan semacam itu dapat mempunyai implikasi besar bagi upaya mendaratkan astronot di wilayah tersebut. "Distribusi global patahan muda, potensi aktifnya, dan potensi pembentukan patahan baru harus dipertimbangkan ketika merencanakan lokasi dan stabilitas pos permanen di Bulan," jelas Watters.
Dikutip detikINET dari Insider, gempa di Bulan dinilai cukup kuat untuk merusak bangunan manusia. Terlebih, gempa di sana bisa berlangsung sampai beberapa jam. Sedimen yang gembur pun membuat permukaan Bilan rentan bergerak dan longsor.
Namun dengan teknologi terkini dan informasi baru, bisa ditentukan di mana lokasi paling aman untuk pendaratan astronaut di Bulan nantinya. "Di kala kita semakin dekat dengan misi Artemis, penting untuk menjaga astronaut, peralatan dan infrastruktur kita seaman mungkin," cetus ilmuwan.
Artikel ini telah tayang di inet.detik.com dengan judul "Bulan Ternyata Menyusut, Ilmuwan Keluarkan Peringatan"