Foto: dok. Instagram |
Aktris Poonam Pandey mendadak disorot pasca membuat hoax atas kematiannya sendiri. Sebelumnya, tim Poonam Pandey mengonfirmasi wanita 32 tahun tersebut meninggal karena kanker serviks di Jumat (2/2/2024). Tak lama kemudian, Poonam Pandey mengunggah postingan klarifikasi atau fakta di baliknya.
Dirinya berdalih, sengaja melakukan hal tersebut demi mengkampanyekan kesadaran kanker serviks.
"Ya, saya memalsukan kematian saya, saya tahu itu ekstrem. Tapi tiba-tiba kita semua membicarakan kanker serviks, bukan? Saya bangga dengan apa yang bisa dicapai oleh berita kematian saya," tutur dia dalam salah satu video yang diunggahnya di Instagram pribadinya, Sabtu (3/2/2024).
Terlepas dari kejadian tersebut, sedarurat apa memangnya kasus kanker serviks di India?
Terletak di pegunungan Sahyadri di India adalah kota Jawhar yang indah, rumah bagi populasi suku yang besar. Hanya sedikit jalan yang melintasi wilayah ini dan anggota komunitas ini harus menempuh perjalanan lebih dari 20 kilometer untuk mencapai rumah sakit pedesaan yang memiliki fasilitas layanan kesehatan dasar. Menurut survei baru-baru ini di Jawhar, tidak ada satupun perempuan di sana yang pernah menjalani pemeriksaan kanker serviks, yang merupakan penyakit yang sangat umum terjadi di India.
Gauravi Mishra, ahli onkologi preventif di Rumah Sakit Tata Memorial Mumbai mengungkapkan kasus kanker serviks sudah di tahap mengkhawatirkan. Data di 2020 saja menunjukkan satu dari lima wanita di India menjadi penyumbang 600 ribu kasus kanker serviks dunia.
Jumlahnya diprediksi lebih banyak lantaran sebagian besar perempuan di India tidak menjalani pemeriksaan atau skrining. Menurut salah satu proyeksi, hanya dua persen perempuan India yang pernah menjalani skrining, jauh di bawah standar rata-rata banyak negara yaitu 63 persen.
Mishra dan sekelompok peneliti menemukan tingkat skrining sangat rendah khususnya di populasi yang sulit dijangkau, misalnya Jawhar, rumah bagi populasi suku yang besar.
Hanya sedikit jalan yang melintasi wilayah ini dan anggota komunitas ini harus menempuh perjalanan lebih dari 20 kilometer untuk mencapai rumah sakit pedesaan yang memiliki fasilitas layanan kesehatan dasar. Menurut survei baru-baru ini di Jawhar, tidak ada satupun perempuan di sana yang pernah menjalani pemeriksaan kanker serviks.
Beberapa faktor lain berkontribusi terhadap rendahnya tingkat skrining. Situasi ini diperparah dengan terbatasnya sumber daya di India, yang mencakup sedikitnya tenaga kesehatan yang terlatih untuk melakukan tes, terbatasnya peralatan, dan fasilitas laboratorium. Akibatnya, strategi skrining yang digunakan di negara-negara maju mungkin tidak dapat dilakukan di India.
Tes skrining yang umum adalah pap smear, saat petugas terlatih mengumpulkan sel serviks dari pasien untuk memeriksa perubahan yang dapat berubah menjadi kanker serviks jika tidak ditangani. Sebagai alternatif, dokter dapat melakukan inspeksi visual dengan tes asam asetat (VIA), yang dapat mengindikasikan sel prakanker atau kanker.
Tes yang murah dan cukup mudah ini digunakan untuk skrining primer di India, tetapi bukannya bebas dari masalah. Menurut Kavita Anand ahli onkologi preventif di Tata Memorial Hospital, cara seseorang menafsirkan hasil tes ini bersifat subjektif, dan bergantung pada pelatihannya.
Untuk mengatasi masalah ini, dr Anand dan yang lainnya telah mengusulkan cara bagi pasien untuk membantu melakukan skrining terhadap human papillomavirus. Virus ini bertanggung jawab atas hampir semua kasus kanker serviks, dan tes untuk mendeteksi infeksi dapat membantu mengidentifikasi wanita yang berisiko lebih tinggi.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Jadi Bahan 'Prank' Poonam Pandey, Sedarurat Apa Kasus Kanker Serviks di India?"