Hagia Sophia

08 May 2023

Perbedaan India dan China dalam Mengatasi Pertambahan Penduduk

Potret masyarakat India. (Foto: NurPhoto via Getty Images/NurPhoto)

Beberapa puluh tahun lalu, India dan China berada di titik yang tak jauh berbeda. India dan China masing-masing memiliki tingkat fertilitas 5,6 dan 5,5 anak per wanita. Kedua negara tersebut juga menghadapi sejumlah permasalahan sosial dan tantangan dalam pembangunan setelah melewati panjangnya masa penjajahan yang kelam.

Namun, di balik kesamaan tersebut, kedua negara itu mengambil langkah yang berbeda dalam pengendalian populasi. Meski kini populasi India mulai melampaui China, menjadi hal yang penting untuk mempertimbangkan bagaimana kedua negara tersebut menangani permasalahan populasi ini.

India: Menganut Sistem yang Lambat dan Stabil

India telah menerapkan program keluarga berencana sejak 1952. India menawarkan berbagai layanan, seperti layanan kesehatan reproduktif, pilihan kontrasepsi untuk pasangan, dan kebebasan untuk menentukan berapa jumlah anak yang diinginkan.

Jelas, strategi tersebut tak bisa langsung dibilang sukses. Pada awalnya, pertumbuhan populasi mengalami peningkatan yang signifikan, dari 21,6 persen pada 1961 menjadi 24,8 persen pada 1971, dan populasinya meningkat dari 439 juta menjadi 548 juta.

Peningkatan yang cukup drastis tersebut membuat sang perdana menteri yang menjabat kala itu, Indira Gandhi, untuk mengeluarkan kebijakan keadaan darurat nasional dengan 'memaksa' masyarakat untuk disteril, terutama para pria.

Status kedaruratan ini kemudian diangkat pada 1977 dan India kembali ke kebijakan lamanya, yaitu pengendalian populasi yang stabil dengan memfokuskan pada kesehatan reproduktif dan layanan keluarga berencana.

India mulai mengalami penurunan pertumbuhan populasi pada 1981 dan terus berlanjut hingga 2020, di mana akhirnya India mencapai standar tingkat fertilitas yang seharusnya.

China: Sistem yang Cepat, Namun 'Berantakan'

China menganut sistem yang sangat cepat dalam pengendalian populasinya. Bahkan, pada 1970, negara menetapkan batasan umur untuk menikah. Wanita harus berusia setidaknya 23 tahun dan pria 25 tahun untuk bisa menikah. Pasangan di kota-kota besar didorong untuk menunda pernikahan selama mungkin.

Hal ini menyebabkan penurunan tingkat fertilitas yang cukup drastis, yang tadinya berada di angka 5,5 kelahiran per wanita di 1971 menjadi 2,7 kelahiran di 1979.

Namun, pencapaian itu masih belum cukup untuk China. Pada 1979, terdapat norma 'satu anak' yang menetapkan denda bagi pasangan yang melahirkan dua anak atau lebih. Lebih dari itu, paksaan sterilisasi dan aborsi juga dijalankan untuk mencapai angkat fertilitas yang lebih rendah.

Kebijakan-kebijakan itu membuat tingkat fertilitas jatuh drastis, menjadi kurang lebih 2,1 kelahiran per wanita. Memasuki 1990, angka fertilitas ini terus mengalami penurunan hingga di bawah standar.

Bagaikan pisau bermata dua, kebijakan penurunan dan pengendalian populasi itu justru menyerang balik. China kita mengalami ketimpangan rasio seks, dengan memiliki lebih banyak populasi laki-laki dibandingkan wanita dan semakin meningkatnya populasi yang menua.

China mulai mengubah kebijakannya pada 2016 dengan mengizinkan keluarga untuk memiliki dua anak. Kebijakan ini kembali diubah pada 2021 dengan mengizinkan keluarga untuk memiliki tiga anak.

Pada 2022, pertama kalinya dalam 60 tahun, populasi China mengalami penurunan hingga hampir satu juta orang.

Perbandingan antara China dan India

Populasi di China terus mengalami penuaan. Proporsi populasi yang berusia 65 ke atas mengalami peningkatan hampir dua kali lipat. Ketimpangan gender juga cukup signifikan.

Hal ini jelas akan menjadi tantangan besar bagi China untuk bisa menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi dan memenuhi kebutuhan para golongan lansia yang jumlahnya tak sedikit.

Di sisi lain, India memiliki segudang populasi muda berusia di bawah 30 tahun yang bisa menawarkan banyak hal untuk negaranya. Pemerintah juga telah melakukan banyak investasi pada pendidikan, khususnya untuk perempuan, dan mengupayakan pemberdayaan sosial dan ekonomi perempuan.

Meski begitu, India tetap memiliki agenda yang harus diselesaikan. Dengan populasi yang terus meningkat, populasi anak muda yang sangat besar ini juga membutuhkan edukasi dan pelatihan yang tepat agar bisa membangun serta mendorong pembangunan dan kemajuan negara.

India harus bisa memastikan bahwa program edukasi dan pengembangan keahlian profesionalnya bisa dijangkau dan tersedia untuk para generasi mudanya.

Selain itu, India juga harus memfokuskan diri untuk mengubah budaya patriarki yang ada dengan mempromosikan edukasi dan partisipasi perempuan.

Pelajaran yang bisa didapatkan dari China adalah diperlukannya pendekatan berbasis pemberdayaan terhadap proses penstabilan populasi.



























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Adu Populasi China Vs India, Mana yang Lebih Unggul?"