Ilustrasi. Foto: Getty Images/loops7 |
Beberapa orang mengeluhkan gejala yang tak kunjung hilang meski sudah sembuh dari COVID-19 atau disebut long COVID. Bahkan pada banyak kasus, gejala terus menetap hingga bertahun-tahun. Rupanya, hal tersebut memang terbukti lewat tes darah yang dimuat dalam studi baru-baru ini. Seperti apa temuannya?
Hal itu diterbitkan dalam jurnal Nature pada Senin (15/9/2023). Dalam risetnya, para ilmuwan menemukan perbedaan yang jelas dalam darah orang yang mengidap 'long COVID' atau gejala COVID berkepanjangan. Sebab hingga kini, para dokter di dunia bertanya-tanya perihal kasus jutaan penyintas COVID-19 di dunia mengeluhkan kelelahan, masalah ingatan, dan gejala lainnya.
Penelitian ini adalah salah satu penelitian pertama yang membuktikan bahwa long COVID sebenarnya adalah penyakit biologis. Hal itu diungkapkan oleh peneliti utama studi baru ini dan profesor rehabilitasi dan kinerja manusia di Icahn School of Medicine di Mount Sinai di New York, David Putrino.
"Hal ini perlu diselidiki dengan lebih banyak penelitian, tapi setidaknya ini penting karena, sejujurnya, saat ini kita belum melakukan tes darah baik untuk mendiagnosis COVID jangka panjang atau membantu dokter memahami mengapa hal itu terjadi," ungkap direktur Pusat COVID-19 Komprehensif Pengobatan Northwestern di Chicago, Marc Sala dikutip dari NBC News, Rabu (27/9/2023).
Putrino dan rekannya membandingkan sampel darah 268 orang. Ada yang penyintas COVID yang sudah sembuh total, ada yang belum pernah terinfeksi, dan sisanya masih mengalami gejala COVID yang berkepanjangan setidaknya empat bulan setelah terinfeksi.
Perbedaan menonjol yang ditemukannya tak lain adanya aktivitas sel sistem yang bekerja secara tidak teratur pada pengidap long COVID. Ditemukannya, pasien long COVID cenderung memiliki hormon kortisol yang jauh lebih rendah.
Fungsi utama hormon ini adalah membuat orang merasa waspada dan terjaga. Dengan begitu, orang yang memiliki tingkat kortisol rendah berisiko mengalami kelelahan amat parah, sebagaimana yang dikeluhkan banyak pengidap long COVID.
"Itu adalah salah satu temuan yang paling pasti membedakan orang yang mengidap long COVID dengan orang yang tidak mengidap long COVID," beber Putrino.
Dengan temuan ini juga, para peneliti menyoroti adanya kemungkinan bahwa otak pengidap long COVID mengalami kesulitan dalam mengatur hormon. Tim peneliti berencana untuk melakukan riset lebih mendalam perihal kaitan kortisol dengan kasus long COVID.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Ilmuwan Teliti soal Long COVID, Ini yang Ada di Darah Pasien 'Alumni COVID-19'"