Hagia Sophia

19 November 2023

Sejarah Singkat Penemuan Vaksin Rabies

Foto: Getty Images/iStockphoto/Teka77

Rabies merupakan penyakit infeksi virus yang mematikan. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hampir 100% kasus rabies di dunia berakibat fatal.

Rabies adalah penyakit infeksi virus yang menyerang sistem saraf pusat. Penyakit ini termasuk zoonosis, yakni penyakit binatang yang dapat ditularkan ke manusia.

Penyakit rabies menyebabkan puluhan ribu kematian di seluruh dunia setiap tahunnya, terutama di negara-negara Asia dan Afrika. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melaporkan 31.113 kasus gigitan hewan penular rabies dan 11 kasus kematian yang disebabkan oleh gigitan anjing hingga April 2023.

Meski tergolong penyakit berbahaya, rabies dapat dicegah dengan vaksinasi, lho. Disebutkan kalau vaksin rabies sangat efektif untuk mengimunisasi manusia sebelum maupun setelah terpapar rabies.

Karena itu, disarankan untuk melakukan vaksinasi rabies ini. Tapi, kira-kira siapa yang menemukan vaksin rabies untuk penyakit fatal ini, ya?

Siapa Penemu Vaksin Rabies?

Orang yang menemukan vaksin rabies pertama kali adalah Louis Pasteur, seorang ilmuwan asal Prancis.

Dilansir laman Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry, kematian yang melanda manusia akibat rabies yang tidak diobati membuat penyakit ini sangat menakutkan. Karena itulah, sejumlah ilmuwan mulai coba mendalami mengenai penyakit rabies termasuk obat atau vaksin untuk mencegahnya.

Berbagai percobaan telah dilakukan para ahli hingga membuktikan kalau rabies adalah penyakit menular. Tapi, Victor Galtier mendemonstrasikan penularan penyakit ini dari hewan ke hewan.

Kemudian, ia mengimunisasi domba dengan menyuntikkan air liur anjing rabies secara intravena. Menariknya, ini tidak menimbulkan penyakit tetapi malah melindungi hewan tersebut dari efek inokulasi lebih lanjut.

Karya Galtier pun membangkitkan minat Louis Pasteur bersama temannya untuk mendalami perihal rabies. Pada tahun 1881, ditulislah makalah pertama mereka yang menandai dimulainya studi Pasteur mengenai penyakit rabies.

Dalam penelitian selanjutnya, mereka menemukan indikasi adanya virus rabies di dalam darah. Dilaporkan bahwa, "Virus ini (rabies) pertama kali bersarang dan berkembang biak di sumsum tulang belakang dan otak".

Dari temuannya itu, Pasteur mengembangkan dan menghasilkan vaksin yang dilemahkan dan berhasil mengimunisasi 50 anjing yang telah diinokulasi.

Pada 6 Juli 1885, seorang anak berusia sembilan tahun bernama Joseph Meister dibawa kepada Pasteur setelah digigit anjing rabies dua hari sebelumnya.

Setelah dibujuk, Pasteur pun menyuntikkan dosis pertama dari 14 dosis harian suspensi sumsum tulang belakang kelinci yang mengandung virus rabies yang telah dilemahkan ke tubuh bocah tersebut.

Louis Pasteur mengaku bahwa dirinya harus memutuskan keputusan yang sulit untuk mengobati Joseph Meister setelah 4 tahun penelitiannya yang intensif, dan setelah metodenya itu secara konsisten pada anjing.

Joseph Meister pun menerima 13 dosis lanjutan setelah itu. Dan setelah tiga bulan, Pasteur mengumumkan kalau kesehatan anak 9 tahun tersebut yang terpapar rabies sebelumnya menjadi lebih baik. Vaksinasi rabiesnya itu pun berhasil.

Pada 20 Oktober di tahun yang sama, ia berhasil mengobati pasien lain yang terinfeksi anjing rabies pada enam hari sebelumnya. Pada 1886, ia telah merawat 350 pasien dari seluruh Eropa, Rusia, dan Amerika.

Prosedur imunisasi rabies milik Louis Pasteur kemudian secara cepat diadopsi di seluruh dunia. Pada tahun 1890, berdiri pusat-pusat pengobatan rabies di Budapest, Madras, Aljir, Bandung, Florence, Sao Paulo, Warsawa, Shanghai, Tunis, Chicago, New York, dan banyak tempat lainnya.

Untuk vaksin rabies milik Pasteur didasarkan pada vaksin jaringan otak dengan tambahan formaldehid. Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya kemudian mengembangkan vaksinasi rabies berbasis kultur sel yang disebut lebih ampuh, lebih aman, tapi sangat mahal.

Adapun kini, era baru dalam pengembangan vaksin rabies telah dimulai dengan didasarkan pada aplikasi praktis teknologi asam deoksiribonukleat (DNA) rekombinan dan manipulasi genetik baru lainnya terhadap rabies serta virus dan mikroorganisme lainnya.

Teknologi baru ini menjanjikan vaksin rabies yang lebih ampuh, aman, dan berbiaya lebih rendah. Stabilitasnya pun lebih baik dan mudah dikirimkan ke seluruh dunia untuk orang-orang yang berisiko rabies serta orang yang sangat membutuhkannya,

Menurut jurnal yang dipublikasikan MDPI, meski para ahli sebelum Pasteur telah coba mengembangkan vaksin rabies, tapi pengembangan vaksin rabies pertama kali dimulai oleh Louis Pasteur pada 1885.

Itu dia sejarah singkat Louis Pasteur dalam mengembangkan vaksin rabies.




























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Siapa Orang yang Menemukan Vaksin Rabies? Ini Sejarah Singkatnya"