Cerita dokter di Palestina yang kembali bertugas pasca bebas dari tahanan Israel. (Foto: REUTERS/IBRAHEEM ABU MUSTAFA) |
Seorang dokter di Palestina bernama Said Abdulrahman Marouf yang ditahan Israel akhirnya dibebaskan. Marouf sempat ditahan Israel selama 45 hari dan akhirnya dibebaskan pada 1 Februari 2024.
Sehari pasca dibebaskan, Marouf langsung bekerja menolong para korban di RS Abu Yousef Al-Najjar di Rafah, Gaza, pada 2 Februari 2024.
Dikutip dari Reuters, Marouf menceritakan ia ditahan setelah Israel menyerbu rumah sakit dan menganiayanya selama 45 hari. Di sana ia kurang tidur dan terus-menerus dibelenggu.
Saat itu, Marouf sedang bekerja di rumah sakit al-Ahli al-Arab di Kota Gaza ketika rumah sakit itu dikepung oleh pasukan Israel pada bulan Desember. Dia mengatakan tangannya diborgol, kakinya dibelenggu dan matanya ditutup selama hampir tujuh minggu di penjara.
Ia mengaku disuruh tidur di tempat yang tertutup kerikil tanpa kasur, bantal, atau sarung dan diiringi musik keras yang menggelegar. Militer Israel mengatakan mereka memperlakukan tahanan sesuai dengan hukum internasional dan protokolnya adalah memperlakukan mereka dengan bermartabat.
"Penyiksaan sangat parah di penjara Israel. Saya seorang dokter. Berat badan saya 87 kg. Saya kehilangan berat badan lebih dari 25 kg dalam 45 hari. Hilang keseimbangan, hilang fokus, dan semua perasaan," kata Marouf.
"Bagaimanapun Anda menggambarkan penderitaan dan penghinaan di penjara, Anda tidak akan pernah tahu kenyataannya kecuali Anda menjalaninya," tambahnya.
Saat Israel menyerang rumah sakit, Marouf sempat menghubungi putrinya untuk terakhir kalinya. Sejak saat itu, ia tidak lagi mendapatkan informasi tentang keberadaan keluarganya.
Marouf yakin ia adalah satu dari lebih dari 100 orang tahanan yang dikurung dalam tempat yang sama. Ia mengatakan banyak dari tahanan yang menginginkan kematian agar bisa terbebas dari penderitaan ini.
"Saya seorang dokter anak yang bekerja selama 23 tahun di bidang ini. Saya tidak melakukan kejahatan kemanusiaan apapun. Senjata yang dimiliki hanya pena, buku catatan, dan stetoskop. Saya tidak meninggalkan tempat itu dan tetap merawat anak-anak di dalam rumah sakit," jelas Marouf.
"Ketika kami dipanggil ke tempat tank-tank itu berada, saya pikir kami akan berada di sana beberapa jam dan pergi. Saya pikir jika mereka membawa kami, mereka akan memperlakukan dengan baik karena kami adalah dokter dan tidak melakukan kejahatan apapun," pungkasnya.
Pasca dibebaskan, Marouf kembali bertugas untuk merawat pasien anak-anak di sana. Ia kembali mendengar tangisan bayi dan kekhawatiran para orang tua tentang kondisi anaknya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Pengakuan Dokter Anak di Gaza Ditahan Israel selama 45 Hari saat Bertugas di RS"