![]() |
Ilustrasi. (Foto: Getty Images/Erik Gonzalez Garcia) |
Lonjakan kasus COVID-19 di beberapa negara Asia, seperti China dan Thailand disebabkan oleh salah satunya varian NB.1.8.1. Pada tanggal 23 Mei, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan varian tersebut sebagai Variant Under Monitoring (VUM) karena penyebaran globalnya cepat dan mutasinya dapat meningkatkan penularan.
Pada saat itu, varian tersebut sudah dilaporkan di 22 negara dan menyumbang lebih dari 10 persen kasus COVID-19 secara global.
NB.1.8.1 merupakan varian rekombinan dari XDV.1.5.1, menurut WHO. Varian ini mirip dengan varian dominan LP.8.1, tetapi memiliki mutasi tambahan pada protein spike yang mungkin mempengaruhi kemampuan untuk menghindari sistem kekebalan tubuh.
Seperti varian Omicron lainnya, NB.1.8.1 sangat menular. Namun, masih terlalu dini untuk memastikan apakah varian ini lebih mudah menular bila dibandingkan varian lainnya.
Dikutip dari People, sebuah studi pada April menyatakan NB.1.8.1 memiliki mutasi tambahan yang memberi potensi untuk mendominasi di masa depan. Meski begitu, sejauh ini belum ada bukti yang menunjukkan NB.18.1 menyebabkan penyakit yang lebih serius.
"Risiko global yang ditimbulkan oleh NB.1.8.1 dianggap rendah," kata pihak WHO.
Meski sangat menular, varian ini tampaknya tidak menyebabkan peningkatan angka rawat inap dibanding varian sebelumnya. Profesor penyakit menular Vanderbilt University Medical Center, Dr William Schaffner menuturkan infeksi varian ini cenderung ringan.
"Varian-varian baru ini cenderung menyebabkan banyak infeksi ringan," kata Schaffner, seraya menambahkan bahwa hal ini sebagian disebabkan oleh tingginya tingkat kekebalan populasi.
Berikut ini sederet gejala yang bisa muncul dari infeksi COVID-19 NB.1.8.1:
- Batuk
- Sakit tenggorokan
- Hidung tersumbat atau berair
- Kelelahan
- Demam atau menggigil
- Sakit kepala
- Nyeri tubuh
- Sesak napas
- Diare
- Kehilangan indera perasa atau penciuman
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Apa Itu COVID-19 Varian NB.1.8.1? Disebut WHO Picu Kenaikan Kasus"