Hagia Sophia

01 December 2022

Beberapa Negara Ini Alami Penurunan Populasi Imbas Resesi Seks

Ilustrasi resesi seks. (Foto: Getty Images/Kevin Frayer)

Beberapa negara di dunia kini mengalami penurunan populasi imbas resesi seks. Warganya menolak untuk memiliki keturunan dan banyak wanita yang berhenti melahirkan.

Dikutip dari jurnal The Atlantic, istilah 'resesi seks' merujuk pada penurunan rata-rata jumlah aktivitas seksual yang dialami suatu negara sehingga mempengaruhi tingkat kelahiran yang rendah. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan fenomena resesi seks, seperti:
  • Menemukan 'kesenangan' dengan cara lain
  • Seks menyakitkan
  • Permasalahan ekonomi
  • Tingkat pernikahan yang sedikit
  • Stres kerja dan kelelahan
Lalu, negara mana saja yang tengah 'dihantui' resesi seks? Ini daftarnya.

1. Thailand

Thailand dihadapi 'resesi seks' yang menyebabkan angka kelahiran terus menyusut di tengah populasi yang kian menua. Tren demografis di negara tersebut telah mengalami penurunan selama lima tahun terakhir.

Per 2020, menjadi berada di 1,24, lebih rendah dari tingkat penggantian populasi sekitar 1,6. Laporan tersebut bak menjadi pukulan ganda bagi Thailand.

Hal ini membuat pemerintah mendorong banyak pasangan untuk memiliki bayi. Melihat ini, para ahli keluarga berencana meminta pemerintah memberikan perhatian lebih pada populasi yang menua agar tetap produktif.

"Kita harus memikirkan kembali persepsi kita tentang demografi senior. Karena jika kita tidak mengubah tantangan ini menjadi peluang, itu tentu akan terjadi krisis," kata Asisten Profesor Piyachart Phiromswad, yang berspesialisasi dalam ekonomi kependudukan di Thailand, dikutip dari The Guardian.

2. Korea Selatan

Pada 2021, Korea Selatan mencatat tingkat kesuburan hanya 0,81 persen. Padahal, idealnya satu negara memiliki tingkat kesuburan hingga 2,1 persen yang bertujuan untuk menjaga populasi.

Beberapa hal yang menyebabkan kondisi ini seperti anak-anak muda yang tidak mau menikah. Selain itu, para wanita yang sudah menikah memilih untuk tidak memilih hamil. Warganya menganggap anak-anak mereka kelak tidak bisa memiliki hidup yang lebih baik.

"Singkatnya, orang mengira negara kita bukanlah tempat yang mudah untuk ditinggali," kata Lee So-Young, pakar kebijakan kependudukan di Institut Korea untuk Urusan Kesehatan dan Sosial di Korea Selatan.

"Mereka percaya anak-anak mereka tidak dapat memiliki kehidupan yang lebih baik daripada mereka, jadi mempertanyakan mengapa mereka harus bersusah payah untuk memiliki bayi," lanjutnya.

3. Singapura

Negara tetangga Indonesia, yakni Singapura, juga diterpa kasus resesi seks. Angka kelahiran di negara tersebut pada tahun 2021 hanya 1,12 yang jauh lebih rendah dari rata-rata dunia, yakni 2,3.

Diketahui, penyebab terjadinya 'resesi seks' di Singapura karena pemerintah mengizinkan para wanita untuk melakukan pembekuan telur. Padahal, awalnya izin ini hanya diberikan kepada wanita dengan kondisi medis tertentu seperti sedang melakukan kemoterapi.

"Kami menyadari bahwa beberapa wanita ingin mempertahankan kesuburannya karena keadaan pribadi mereka. Misal karena tidak dapat menemukan pasangan saat mereka masih muda, tetapi ingin memiliki kesempatan untuk hamil jika menikah nanti," kata administrasi Perdana Menteri Lee Hsien Loong dalam pernyataan, dikutip dari South China Morning Post.

4. Jepang

Krisis populasi di negara ini semakin dekat lantaran tingkat perkawinan dan kelahiran yang tergolong terendah sepanjang sejarah. Berdasarkan laporan, angka pria dan wanita di Jepang yang tidak ingin menikah memecahkan rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Sebuah data dari Institut Nasional Kependudukan dan Jaminan sosial menemukan bahwa 17,3 persen pria dan 14,6 persen wanita berusia antara 18 dan 34 tahun di Jepang menyebut mereka tidak berminat menikah. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak kuesioner pertama kali dilakukan pada 1982.

5. China

Negara dengan populasi terbanyak di dunia, China, disebut mengalami resesi seks. Pasalnya, angka kelahiran di China diprediksi akan mencetak rekor terendahnya yang telah di bawah 10 juta.

Tahun lalu, sebanyak 10,6 juta anak per tahunnya. Tapi, ternyata angka itu juga sudah menurun 11,5 persen dari tahun 2020.

Presiden China Xi Jinping menyebut hal ini terjadi karena berbagai faktor. Misalnya termasuk biaya pendidikan tinggi, upah rendah, dan jam kerja yang sangat panjang serta bersamaan dengan kebijakan COVID-19 dan kekhawatiran pertumbuhan ekonomi.






















Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "5 Negara 'Dihantui' Resesi Seks Termasuk di Asia Tenggara"