Foto: Hasan Alhabshy |
Beberapa orang merasa vape dan rokok elektrik bisa digunakan sebagai alternatif rokok konvensional. Dengan harapan, mereka bisa mengurangi atau menghentikan konsumsi rokok. Padahal menurut dokter paru, efek dari rokok elektrik sebenarnya tidak lebih enteng dibandingkan rokok konvensional.
Menurut spesialis paru RS Persahabatan dan Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Erlina Burhan, SpP(K), kadar nikotin dan zat berbahaya pada rokok elektrik memang lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.
Namun jika tujuannya untuk menggantikan konsumsi rokok konvensional, tidak akan efektif. Sebab kecenderungannya, pengguna rokok elektrik akan tetap menghisap dalam jumlah banyak. Walhasil, ujung-ujungnya, nikotin yang terhirup sama saja kadarnya dari penggunaan rokok konvensional.
"Salah satu penelitian menyebut lebih dari sama dengan 30 hisapan itu nikotin yang dihantarkan itu sama dengan jumlahnya dengan satu batang rokok," terang dr Erlina dalam diskusi daring beberapa waktu lalu.
"Memang kadarnya (nikotin) rendah tapi pada kenyataannya ternyata orang terjebak dengan kata-kata kadar nikotin dan zat-zat kimia menjadi lebih rendah. Jadi memang sama-sama menimbulkan kecanduan juga," imbuhnya.
Awalnya, rokok elektrik memang dibuat untuk para perokok efektif agar bisa berhenti merokok sepenuhnya. Namun kenyataannya, kadar nikotin yang lebih rendah pada rokok elektrik justru membuat penggunaannya lebih marak.
"Rokok elektrik ini awalnya waktu pertama kali diciptakan memang didesain untuk transisi para perokok yang biasa untuk berhenti merokok. Ya sudah pakai vape dulu yang diinhalasi karena kadarnya dibikin rendah. Komponennya juga nggak sebanyak rokok," beber dr Erlina.
"Didesain seperti itu tapi pada kenyataannya justru banyak gagalnya. Orang malah kecanduan juga dengan cara-caranya bahkan justru lebih sering menghisapnya. Sebagian tidak bisa meninggalkan rokok konvensional malah pakai dua-duanya. Itulah yang dikatakan e-cigar atau vape ini gagal dipakai sebagai alat untuk berhenti merokok," pungkasnya.
Dikutip dari Science Alert, sebuah makalah pada 2014 pernah melaporkan sistem pengiriman nikotin dari rokok elektrik hanya sebesar 4 persen dari relatif maksimum rokok. Namun penulis makalah itu mengklaim, temuan mereka tentang dampak rokok elektrik tersebut masih terbatas pada tahap awal karena mereka tidak memiliki bukti yang kuat.
Sempat juga beredar narasi, rokok elektrik 95 persen lebih tidak berbahaya dibandingkan rokok tembakau. Namun faktanya, semua informasi tersebut salah.
Dikutip dari laman Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), aerosol dari rokok elektrik umumnya memang mengandung lebih sedikit bahan kimia beracun daripada campuran mematikan dari 7.000 bahan kimia dalam asap rokok konvensional. Namun, aerosol juga mengandung zat berbahaya dan berpotensi berbahaya, termasuk nikotin, logam berat seperti timbal, senyawa organik yang mudah menguap, dan agen penyebab kanker.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Vape Vs Rokok, Adakah yang Lebih 'Aman'? Ini Kata Dokter Paru"