Hagia Sophia

15 March 2023

Terkait Pro dan Kontra Pelayanan Kesehatan di Indonesia, Ini Kata Menkes

Menkes Budi Gunadi Sadikin. (Foto: Kris - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Ramai soal dua juta warga Indonesia lebih memilih berobat ke luar negeri. Muncul pro dan kontra di balik krtik pelayanan kesehatan Indonesia, beberapa di antaranya menilai tak lebih baik dari fasilitas kesehatan luar negeri, sementara yang lain menyebut sebaliknya.

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, kritik soal faskes di RI seharusnya menjadi perbaikan bersama. Ini sekaligus menanggapi banyak pihak memilih berobat ke luar negeri lantaran biaya yang lebih murah.

"Kalau ada masukan dari luar, sikap kita dengar masukan itu. Kalau masukan itu berupa kritik, tidak usah merasa sakit hati dan merespons secara negatif," kata dia kepada wartawan, di Balai Sudirman Jakarta, Selasa (14/3/2023).

"Kita gunakan kekesalan untuk perbaiki diri. Kalau ada kekurangan kita, kita gunakan seluruh energi kita," lanjutnya.

Soal biaya obat di Indonesia, sebelumnya juga sempat disinggung Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama. Terlebih jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

"Itu lebih mahal di Indonesia daripada di sebagian negara tetangga," terang dia dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Selasa (14/3).

"Pengalaman pribadi misalnya, teman-teman dokter yang datang atau belajar ke India waktu saya bekerja di WHO dan berdomisili di New Delhi maka banyak yang pulang membawa berbagai alat kesehatan yang memang lebih murah harganya," sambung Prof Tjandra.

Senada, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Adib Khumaidi menyebut mahalnya biaya perawatan pasien salah satunya berkaitan dengan persoalan pajak hingga peta perawatan pasien BPJS Kesehatan.

"Gap yang terjadi antara Indonesia dengan luar negeri, kenapa pembiayaannya lebih murah? Karena masalah utamanya adalah pajak yang perlu jadi perhatian," katanya saat ditemui di kantor PB IDI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).

Di samping itu, kebijakan clinical pathway atau jalur perawatan melalui analisa dan pemeriksaan fisik. Seluruh hasil pemeriksaan terhadap pasien, kata Adib, kemudian disesuaikan dengan prosedur Pedoman Praktik Klinis (PPK) untuk mengukur efisiensi biaya.

"Kalau tidak melakukan clinical pathway dan penyesuaian PPK, nanti ada ketidakefisienan pembiayaan, kita lihat juga dari sisi BPJS Kesehatan," terangnya.

"Kalau di luar negeri, biasanya sistem paket, pemeriksaan dilakukan menyeluruh dan dalam satu periode waktu ketemu dokter, sampai hasil pemeriksaan dan dilakukan tindakan," sambungnya.

Bukan cuma itu, dari sisi komunikasi dokter dengan pasien saat mendengarkan keluhan juga masih menjadi 'PR' pelayanan faskes RI.

"Komunikasi (jadi masalah), jadi dokter Indonesia sebenarnya dengan komunikasi yang baik, kemudian lebih banyak mendengar keluhan-keluhan pasien, maka itu akan bisa dirasakan," pungkasnya.






















Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Kata Menkes soal Gaduh Faskes RI Vs LN: Jangan Sakit Hati gegara Dikritik"