Korea Selatan (Foto: AP/Lee Jin-man) |
Sejumlah negara, termasuk Korea Selatan tengah dihantui penurunan populasi lantaran warganya menolak untuk memiliki keturunan. Kondisi inilah yang memicu negara tersebut krisis demografis lantaran banyak wanita yang berhenti melahirkan.
Dikutip dari AFP News, negeri Ginseng ini hanya mencatat tingkat kesuburan 0,81 persen pada 2021 berdasarkan data pemerintah. Idealnya, satu negara harus memiliki tingkat kesuburan 2,1 persen untuk menjaga populasi.
Tidak ada angka resmi berapa banyak warga Korea Selatan yang memilih untuk tidak menikah atau memiliki anak. Namun catatan dari badan statistik nasional menunjukkan ada sekitar 193 ribu pernikahan di Korea Selatan tahun lalu, turun dari puncaknya 430 ribu pada tahun 1996. Data badan tersebut juga menunjukkan sekitar 260.600 bayi lahir di Korea Selatan tahun lalu, sementara puncak kelahiran di negara tersebut mencapai 1 juta pada tahun 1971.
Lantas, Apa Sih Penyebabnya?
Banyak anak muda Korea Selatan mengatakan bahwa mereka tak merasa berkewajiban untuk berkeluarga layaknya orang tua dan kakek-neneknya.
Hal tersebut juga dipicu oleh ketidakpastian pasar kerja yang suram, perumahan yang mahal, ketidaksetaraan gender dan sosial, tingkat mobilitas sosial yang rendah, dan biaya besar untuk membesarkan anak dalam masyarakat yang sangat kompetitif.
Terlebih, banyak wanita Korea Selatan yang juga mengeluhkan budaya patriarkal yang memaksa mereka melakukan banyak pengasuhan anak sambil menanggung diskriminasi di tempat kerja.
"Singkatnya, orang mengira negara kita bukanlah tempat yang mudah untuk ditinggali," kata Lee So-Young, pakar kebijakan kependudukan di Institut Korea untuk Urusan Kesehatan dan Sosial.
"Mereka percaya anak-anak mereka tidak dapat memiliki kehidupan yang lebih baik daripada mereka, jadi mempertanyakan mengapa mereka harus bersusah payah untuk memiliki bayi," ucapnya lagi.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Hadapi Resesi Seks, Ini Alasan Warga Korsel Tak Ingin Punya Anak"