Hagia Sophia

21 September 2025

Pria Ini Positif COVID-19 Lebih dari 750 Hari, Gejala Tak Sembuh-sembuh

Foto ilustrasi: Getty Images/subjob

Seorang pria di Amerika Serikat mencatat rekor baru sebagai pasien positif COVID-19 terlama. Diketahui, ia mengidap COVID-19 yang berkelanjutan selama lebih dari 750 hari.

Pasien tersebut memiliki riwayat positif HIV. Ia termasuk kelompok yang lebih rentan tertular virus SARS-CoV-2.

Akibat infeksi COVID itu, pasien tidak bisa menerima terapi antiretroviral (ART). Ia juga tidak dapat mengakses perawatan medis yang diperlukan, meski mengalami sejumlah gejala pernapasan, sakit kepala, nyeri badan, hingga lemas.

Diketahui, pria berusia 41 tahun itu memiliki jumlah sel T pembantu imun hanya 35 sel per mikroliter darah. Normalnya, jumlah sel tersebut berkisar antara 500 hingga 1.500 sel per mikroliter.

Selama lebih dari 750 hari itu, pasien mengalami gejala pernapasan yang persisten atau berkelanjutan dan dirawat di rumah sakit sebanyak lima kali. Meski durasi infeksinya panjang, kondisi yang dialaminya ini berbeda dengan long COVID.

Itu karena gejala yang dialaminya bukanlah gejala yang menetap setelah virus menghilang dari tubuh. Kondisi itu adalah fase virus SARS-CoV-2 yang berlanjut selama lebih dari dua tahun.

Hasil Penelitian

Menurut ahli epidemiologi Universitas Harvard, William Hanage, kondisi ini biasanya terjadi hanya pada orang yang rentan. Namun, kondisi serupa bisa terjadi pada siapa saja.

"Infeksi jangka panjang memungkinkan virus untuk mengeksplorasi cara menginfeksi sel secara lebih efisien. Dan (studi ini) menambah bukti bahwa varian yang lebih mudah menular telah muncul dari infeksi semacam itu," terang Hanage, yang dikutip dari Science Alert.

"Oleh karena itu, menangani kasus-kasus seperti itu secara efektif merupakan prioritas bagi kesehatan individu dan masyarakat," sambungnya.

Dugaan Penyebab Kondisi

Analisis genetik Joseline Velasquez-Reyes, ahli bioinformatika Universitas Boston dan rekan-rekannya melakukan penelitian lebih lanjut terkait kondisi pasien. Mereka mengumpulkan sampel virus dari pasien di periode Maret 2021 dan Juli 2022 untuk melihat pergerakan virus selama invasi yang meluas.

"Hanya dalam satu orang, jenis mutasi yang sama yang menyebabkan munculnya varian Omicron yang berkembang biak lebih cepat sedang dalam proses pengulangan," jelas mereka dalam studi yang dipublikasikan di The Lancet.

"Hal ini mendukung teori bahwa perubahan mirip Omicron berkembang dari tekanan seleksi yang dialami virus di dalam tubuh kita."

Meski infeksinya masih menetap pada pasien, para ahli melihat tidak adanya infeksi lanjutan. Menurut Velasquez-Reyes, itu mengindikasikan hilangnya kemampuan penularan selama adaptasi terhadap satu inang.

Namun, bukan berarti infeksi lain tidak bisa menetap di dalam tubuh dalam jangka panjang. Temuan ini membuat para ahli waspada dan menyerukan pemantauan ketat COVID-19 yang berkelanjutan dan akses layanan kesehatan untuk semua orang.

























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Cerita Pasien Positif COVID-19 Lebih dari 750 Hari, Gejala Tak Sembuh-sembuh"