Najwa Shihab. (Foto: YouTube CXO Media) |
Informasi yang salah tentang tuberculosis (TBC) sering membuat pengidapnya merasa terkucilkan. Stigma negatif yang berkembang menggambarkan TBC sebagai penyakitnya orang susah.
Belum lagi, pasien harus menghadapi proses pengobatan yang tidak mudah. Berbagai jenis obat harus diminum secara rutin, setiap hari selama berbulan-bulan.
Presenter sekaligus wartawan senior Najwa Shihab mematahkan anggapan miring bahwa TBC hanya menyerang kalangan tertentu. Ia menceritakan pengalamannya hidup berdampingan dengan TBC yaitu kerabat dekatnya.
"Isu TBC ada kedekatan emosional dengan saya. Dua lingkungan terdekat saya penderita TBC. Yang satu adalah kerabat dekat sepupu. Usia produktif 35 tahun, perempuan aktif, ke kantor, mbak-mbak SCBD, hobi pilates," ujarnya dalam acara Free TBC at Workspaces di Sukabumi, Jawa Barat (12/1/23).
"Jadi kan ada stigma nih, seolah-olah penderita TBC adalah kalangan tertentu di pemukiman kumuh yang hidupnya susah dan sebagainya," lanjutnya.
Stigma negatif yang membayangi pengidap TBC juga berdampak pada pengobatan. Karena merasa malu seolah-olah punya 'aib', pasien kerap menunda periksa dan tidak segera berobat. Akibatnya, penularan makin meluas.
"Yang satu lagi adalah anak dari teman dekat saya. 17 tahun, anak Jaksel, hobi main skateboard, suka ngemall, ya kena TBC juga. Dan mereka sebetulnya sudah cukup teredukasi, mereka tahu apa penyebabnya, bagaimana penanggulangannya. Tapi stigma itu sesuatu yang luar biasa berat. Sampai malu, merasa aib," tuturnya lagi.
Najwa mengatakan mereka bisa sembuh seratus persen salah satunya disebabkan karena pendampingan serta kekuatan yang terus-menerus diberikan oleh orang-orang terdekat.
Stigma negatif mengenai TBC masih sangat tinggi. Kementerian Kesehatan RI memprediksi ada hampir 900 ribu kasus TBC di Indonesia, namun kasus yang ditemukan dan dilaporkan ke dalam sistem informasi nasional hanya sekitar 400 ribuan, atau baru sekitar 48 persen pada tahun 2021.
Banyak misinformasi mengenai penyakit TBC di masyarakat. Oleh karena itu, melalui sosialisasi dan edukasi, serta upaya dari semua pihak, Najwa berharap, isu mengenai penyakit ini dapat sering dibicarakan oleh orang lain namun tidak dengan tendensi negatif.
Dalam acara yang sama, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah juga mengatakan kesadaran dalam menyampaikan edukasi mengenai penyakit TBC masih kurang.
"Di saat kita sedang punya bonus demografi, yang harapannya dalam demografi ini kita menjadi bonus dalam pembangunan nasional, ketika kita mengalami bonus demografi, namun produktivitasnya terganggu gara-gara TBC, maka agak jauh keinginan kita untuk mencapai Indonesia maju 2045," ujar Ida.
Ida menambahkan kasus TBC di Indonesia masih tertinggi kedua di dunia, yang didominasi oleh usia produktif 24-54 tahun.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Cerita Najwa Shihab Hidup Berdampingan dengan TBC"