Korban gempa Turki dan Suriah. (Foto: AP Photo/Francisco Seco) |
Gempa Turki-Suriah yang terjadi pada pekan lalu tidak hanya menimbulkan luka fisik, namun juga mental. Dokter di rumah sakit lapangan Turki di selatan kota Iskenderun menyebut semakin banyak pasien yang menderita gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan serangan panik (panic attack).
"Awalnya pasien adalah mereka yang menderita luka di bawah reruntuhan. Sekarang lebih banyak pasien yang datang dengan PTSD, mengikuti semua kejutan yang mereka alami selama gempa dan apa yang telah mereka lihat," kata ujar Mayor Angkatan Darat India Beena Tiwari dikutip dari Reuters, Rabu (15/2/2023).
Gempa Turki-Suriah yang menghancurkan seluruh kota, telah menelan lebih dari 37.000 jiwa dan diperkirakan terus bertambah. Akibatnya, korban yang selamat dari gempa kehilangan tempat tinggal dalam cuaca yang sangat dingin dan kesulitan untuk menemukan tempat tinggal serta sanitasi yang layak.
Di samping itu, para penyintas gempa juga mengalami trauma yang mendalam akibat banyak perubahan yang secara drastis. Beberapa telah ditarik dari puing-puing setelah berjam-jam dalam dingin dan kegelapan untuk menemukan anggota keluarga telah meninggal atau hilang dan lingkungan yang sibuk di mana mereka tinggal telah berubah menjadi gundukan beton yang hancur.
Tiwari merupakan salah satu anggota tim ahli dari India yang merawat penyintas gempa yang paling buruk sepanjang sejarah Turki. Tim ahli tersebut membuat rumah sakit lapangan setelah rumah sakit setempat sudah rata dengan tanah.
PTSD disebabkan oleh peristiwa yang sangat menegangkan, menakutkan, atau menyulitkan. Orang dengan PTSD dapat menghidupkan kembali peristiwa traumatis tersebut melalui mimpi buruk dan kilas balik, dan mungkin mengalami kesulitan tidur serta berkonsentrasi.
"Orang-orang baru sekarang mulai menyadari apa yang terjadi pada mereka setelah masa syok ini," kata seorang pejabat medis Turki.
Di seberang perbatasan di Suriah, UNICEF memfasilitasi pusat darurat yang untuk 'pertolongan pertama psikologis' bagi anak-anak. Anak-anak akan didorong untuk bermain dan merasa aman.
Salah satu anak yang mengalami guncangan mental pascagempa yaitu Ahmad (9). Diungkapkan ayahnya Hassan Moath, putranya lebih sensitif ketika mendengar suara atau gerakan yang keras.
"Dengan suara atau gerakan keras apa pun, dia ketakutan. Terkadang saat dia tidur dia bangun dan berkata 'gempa bumi'," kata Moath.
Rentan Alami Penyakit Menular
Komandan rumah sakit Iskenderun Yaduvir Singh mengatakan mereka juga melihat lebih banyak pasien dengan penyakit menular dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Ribuan orang juga menderita akibat suhu yang beku.
"Awalnya kami mengalami banyak kasus trauma, orang-orang yang terkubur dalam reruntuhan dalam waktu yang lama, selama 72 jam, selama 90 jam," kata Singh.
"Pada satu orang kami harus melakukan amputasi untuk menyelamatkan nyawanya, ada operasi penyelamatan nyawa dan anggota tubuh. Sekarang profil kasus berubah," tuturnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah meluncurkan permohonan 43 juta US Dollar untuk memberikan perawatan dan rehabilitasi trauma, obat-obatan esensial, dukungan mental dan psikososial, dan untuk melanjutkan layanan kesehatan rutin di Turki.
"Kebutuhannya sangat besar, meningkat setiap jam. Sekitar 26 juta orang di kedua negara membutuhkan bantuan kemanusiaan," kata Direktur WHO Eropa Hans Kluge dalam sebuah pernyataan.
"Lebih dari seminggu sejak tragedi mengerikan ini, ada juga kekhawatiran yang berkembang atas masalah kesehatan yang muncul terkait dengan cuaca dingin, kebersihan dan sanitasi, serta penyebaran penyakit menular," tambahnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Korban Gempa Turki-Suriah Mulai Alami Gejala PTSD"