Hagia Sophia

13 April 2023

Akibat Krisis Populasi, Banyak Warga Jepang Pilih Hidup Ansos atau Hikikomori

Sebanyak 1,5 juta warga Jepang memilih untuk ansos dan mengikuti gaya hidup hikikomori. (Foto: AP/Yu Nakajima)

Sebanyak 1,5 juta orang usia kerja di Jepang telah terpengaruh oleh Hikikomori, sebuah fenomena yang ditandai dengan sindrom penarikan sosial, depresi, periode stres dan kecemasan yang berkepanjangan.

Perilaku menghindari sosial ini dikaitkan dengan pandemi COVID-19, yang dinilai telah memaksa penguncian dan isolasi sosial.

Dilaporkan The Guardian, jajak pendapat pemerintah yang dilakukan oleh kantor kabinet pada bulan November terhadap 30 ribu orang di Jepang antara usia 10 dan 69 tahun menemukan bahwa 2 persen dari mereka yang berada dalam kelompok usia 15-62 tahun memiliki Hikikomori.

Survei pemerintah juga mencatat semakin banyak contoh orang yang menarik diri secara sosial setelah berhenti dari pekerjaan mereka selama pandemi COVID-19. Setidaknya 18 persen dari total pertapa berusia antara 15 dan 39 tahun dan 20 persen dari mereka yang berusia antara 40 dan 64 tahun.

Secara total, setidaknya 1,5 juta warga Jepang memilih jadi anti sosial atau hikikomori.

Apa itu Hikikomori?

Dikutip dari Medical Daily, hikikomori pertama kali didefinisikan pada 1990-an dalam sebuah buku yang ditulis oleh Tamaki Saito, Britannica melaporkan. Selanjutnya, survei tahun 2010 menemukan bahwa setidaknya 1,2 juta penduduk negara itu hidup dengan kondisi ini.

Orang yang mengalami kondisi tersebut disebut juga dengan Hikikomori.

Kondisi ini dikaitkan dengan orang dewasa muda yang mengisolasi diri dari orang lain dan menyendiri di rumah mereka selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Psikolog mengaitkan kondisi ini dengan berbagai masalah seperti pengaturan keluarga yang disfungsional, sistem pendidikan negara yang sangat kompetitif dan menuntut, dan tekanan terus-menerus pada orang muda untuk mendapatkan pekerjaan yang baik untuk mempertahankan standar sosial tertentu.

Para peneliti dilaporkan masih memperdebatkan apakah ini sindrom budaya atau gangguan psikologis.

Dampak dari Hikikomori

Meskipun belum secara pasti didefinisikan sebagai penyakit mental, sering terjadi bersamaan dengan episode psikologis. Kondisi yang menyertai termasuk gangguan spektrum autisme, gangguan mood, gangguan psikotik, dan gangguan kepribadian.

Dampak yang lebih luas dapat menyebabkan kerugian sosial juga dengan penurunan produktivitas, menimbulkan masalah pengangguran, dan masalah demografis seperti populasi yang menua dan tingkat kelahiran yang menurun.

Struktur keluarga tradisional Jepang juga berkontribusi pada ledakan Hikikomori. Jepang mempraktikkan bakti, yang menunjukkan rasa hormat kepada orang tua dan merawat mereka di usia tua. Hal ini agaknya mengancam kesehatan mental dan memicu rasa bersalah ketika kewajiban tidak dipenuhi.





























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Jepang Krisis Populasi Parah, 1,5 Juta Warganya Pilih Hidup Ansos"