Ilustrasi vape atau rokok elektrik. (Foto: Getty Images/iStockphoto/bymuratdeniz) |
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak seluruh negara di dunia untuk melarang vape beraroma atau berasa dan diperlakukan seperti rokok. WHO mengatakan langkah-langkah mendesak diperlukan untuk mengendalikan pemakaian rokok elektrik atau vape.
WHO menegaskan hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa vaping membantu perokok berhenti dan vape dapat mendorong kecanduan nikotin pada non-perokok, terutama anak-anak dan remaja.
"Anak-anak direkrut dan dijebak pada usia dini untuk menggunakan rokok elektrik dan mungkin kecanduan nikotin," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dikutip dari Reuters, Kamis (28/12/2023).
Badan PBB tersebut menyatakan bahwa produk rokok elektrik umumnya lebih terjangkau bagi kaum muda yang biasanya juga tidak memiliki peringatan kesehatan. WHO menyerukan perubahan, termasuk larangan semua rasa seperti mentol, dan penerapan langkah-langkah pengendalian tembakau pada vape. Itu termasuk pajak yang tinggi dan larangan penggunaan di tempat umum.
Di pasaran, vape hadir dalam berbagai rasa, termasuk permen karet, buah-buahan sampai sereal anak-anak. Ahli jantung Johns Hopkins Michael Blaha, M.D., M.P.H., membahas vape dan bahan e-liquid lainnya, serta pengaruhnya terhadap kesehatan, terutama bagi anak-anak dan remaja.
Rasa hanyalah salah satu bahan dalam liquid rokok elektrik. Vape biasanya mengandung nikotin dan banyak bahan tambahan serta bahan kimia lainnya. Bahkan koil pemanas, yang memungkinkan cairan menjadi aerosol yang dapat dihirup, melepaskan zat kimia baru dan jejak logam yang masuk ke paru-paru pengguna.
Beberapa bahan tambahan yang ditemukan dalam e-liquid berbahaya, bahkan mematikan. Misalnya, vitamin E asetat telah diindikasikan dalam EVALI, yang merupakan singkatan dari penggunaan produk rokok elektrik atau vaping terkait cedera paru-paru. Ini adalah sindrom yang berpotensi fatal terkait dengan vaping, dan sindrom ini meningkat pada tahun 2019.
Vitamin E asetat boleh dikonsumsi, tetapi berbahaya jika dihirup.
"Tidak ada keraguan tentang hal itu. Beberapa hasil rontgen dada pasien EVALI menunjukkan tanda-tanda iritasi kimia berminyak pada paru-paru," kata Blaha dikutip dari laman resmi John Hopkins Medicine.
"Jadi saat menghirup vape, kita tidak tahu apa yang 'aman'. Anda mungkin bisa makan sesuatu dengan aman, tapi jika Anda menghirupnya, mungkin ada efek yang berbahaya," sambungnya.
Menghirup zat berbahaya dapat mempengaruhi lebih dari sekedar paru-paru. Beberapa orang yang menggunakan vape menggambarkan fenomena yang disebut lidah vaper, yang menyebabkan hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan pengecapan secara tiba-tiba.
Dia juga sangat prihatin dengan penggunaan rokok elektrik dan vaping di kalangan anak muda, serta meningkatnya insiden vaping di kalangan anak-anak yang belum pernah merokok. Anak-anak muda ini rentan menjadi kecanduan nikotin pada perangkat vaping dan rokok elektrik, dan rasa yang mungkin membuat vaping lebih menarik bagi mereka.
Blaha mengamati bahwa daya tarik rasa vape, dibandingkan bahan perasa itu sendiri, mungkin memiliki bahaya yang lebih luas bagi masyarakat.
"Hal utama tentang rasa adalah rasanya menarik bagi kaum muda. Ada bukti bahwa anak-anak menyukai rasa seperti permen karet, buah, dan permen, serta suka mencoba rasa baru. Bagi banyak anak muda, mungkin satu-satunya alasan mereka mencoba vape atau menggunakan rokok elektrik adalah karena mereka menyukai rasanya," tandasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "WHO Minta Vape dengan Perasa Dilarang, Memang Seperti Apa Bahayanya?"