Kondisi Jepang pasca dihantam tsunami COVID-19. (Foto: Getty Images) |
Jepang tengah menghadapi tsunami COVID-19. Ini terjadi pasca aturan pembatasan COVID-19 dilonggarkan pada pertengahan Juni 2022.
Kondisi ini membuat tingkat kematian akibat virus Corona mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada 20 Januari 2023. Angka tersebut mengalahkan Inggris, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
Menurut para ahli, kasus kematian di Jepang didominasi oleh kelompok lanjut usia (lansia) dan kondisi yang mendasarinya. Ahli virologi Jepang Hitoshi Oshitani mengatakan, salah satu penyebabnya karena tingkat kekebalan warga Jepang tergolong rendah.
Selain itu, kemunculan varian dan subvarian COVID-19 juga berpengaruh. Hal itu yang membuat semakin sulit untuk mencegah terjadinya infeksi.
"Di prefektur yang lebih kecil dan daerah pedesaan, proporsi penduduk lanjut usia bahkan lebih tinggi dari rata-rata nasional. Perubahan pola geografis ini juga dapat berkontribusi pada tren peningkatan kematian," kata Oshitani yang dikutip dari BBC, Jumat (3/2/2023).
Ahli epidemiologi Kenji Shibuya mengatakan hal lain yang berkontribusi membuat angka kematian akibat COVID-19 di Jepang meningkat adalah lambatnya penanganan medis. COVID-19 di Jepang diklasifikasikan sebagai penyakit kelas dua atau 'sangat berbahaya', sehingga hanya rumah sakit yang ditunjuk pemerintah yang bisa menanganinya.
Di sisi lain, rumah sakit juga kewalahan dengan peningkatan kasus yang terus merangkak naik. Melihat ini, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengumumkan awal bulan ini bahwa klasifikasi akan diturunkan, tetapi baru diberlakukan pada 8 Mei.
'Kekebalan Alami' Warga Jepang Merosot
Dokter di Health and Global Policy Institute Yasuharu Takuda mengungkapkan kekebalan alami warga Jepang yang berasal dari infeksi merosot sebelum pertengahan tahun 2022. Hal inilah yang menyebabkan lebih banyak kasus kematian akibat COVID-19 yang terjadi di sana.
Oshitani menunjuk pada fenomena serupa di Australia, di mana tingkat kematian akibat COVID-19 telah meningkat sejak perbatasan dibuka kembali pada awal 2022 setelah ditutup selama dua tahun.
Terkait nasib COVID-19 di Jepang, Tokuda yakin tingkat infeksi dan kematian di masa depan akan lebih rendah. Sementara itu, Oshitani memprediksi lonjakan kematian yang lebih besar di bulan-bulan mendatang karena obat antivirus yang terjangkau masih belum tersedia secara luas.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Begini Kondisi Jepang Pasca Dihantam Tsunami COVID-19"