Ilustrasi anosmia. (Foto: Getty Images/iStockphoto/Nenad Cavoski) |
Para 'mantan' pasien COVID-19 mungkin masih ada yang mengalami gejala atau sering disebut long COVID. Salah satu gejala yang kerap dikeluhkan adalah hilangnya kemampuan indra penciuman atau anosmia.
Setelah diteliti, para ahli menemukan sumber masalah dari gejala itu berkaitan dengan serangan yang terjadi pada sel saraf yang ada di olfactory atau olfaktori (indra penciuman).
Para ahli mempelajari olifaktori, terutama pada epithelial, yakni jaringan dalam hidung yang menjadi tempat sel saraf yang berkaitan dengan penciuman. Mereka mempelajari epithelial dari 24 sampel, yang sembilan di antaranya berasal dari orang yang mengidap anosmia cukup lama.
"Pada awal pandemi, sangat sulit melakukan riset yang melibatkan pasien dan mengambil sampel dari yang masih hidup. Studi di awal mengandalkan sampel dari autopsi," jelas Bradley Goldstein yang melakukan studi ini, dikutip dari IFL Science, Selasa (27/12/2022).
"Selain itu, belum jelas juga apakah kehilangan penciuman ini akan pulih di setiap orang atau tidak. Sayangnya, kami punya kekurangan pasien yang mewakili kehilangan penciuman (anosmia) yang bertahan lama setelah COVID-19," lanjutnya.
Dalam studi tersebut, pada ahli melakukan pengurutan (sequencing) sel tunggal RNA, kemudian melakukan immunohistochemistry. Itu merupakan metode laboratorium yang menggunakan antibodi untuk memeriksa antigen (penanda) tertentu dalam sampel jaringan.
Bagaimana Hasilnya?
Berdasarkan metode tersebut, para ahli menemukan sembilan sampel yang kehilangan kemampuan penciumannya memiliki lebih sedikit neuron sensor olfaktori daripada kontrolnya. Pengurangan kemampuan itu kemungkinan bisa disebabkan oleh rusaknya jaringan karena inflamasi yang terjadi.
Goldstein dan timnya juga membandingkan sampel orang yang belum pernah terkena COVID-19 yang memiliki penciuman normal, dengan 'mantan' pasien COVID-19 yang penciumannya kembali normal dengan cepat.
Hasilnya, tim menduga pasien yang sudah sembuh itu tidak kehilangan banyak neuron. Selain itu, bisa juga proses pemulihan mereka benar-benar menggantikan neuron yang hilang.
"Kami tahu dari riset sebelumnya, bahwa di bawah kondisi normal area olfaktori di hidung mempertahankan kemampuan menggantikan neuron yang rusak," kata Goldstein.
"Jadi, hal itu masuk akal kecuali ada inflamasi yang berlangsung (seperti yang ditemukan di post-covid hyposmics) atau kerusakan yang parah yang menyebabkan mekanisme perbaikan kewalahan," sambung dia.
Selain itu, para ahli telah mempublikasikan penelitian mereka di jurnal Science Translational Medicine. Mereka mengungkapkan terjadi juga infiltrasi terhadap sel T yang terlibat dalam inflamasi pada epithelium.
"Penemuan ini mengesankan. Prosesnya serupa dengan autoimun pada hidung," ungkap dia.
"Kami berharap, memodulasi respons imun yang abnormal atau proses perbaikan di dalam hidung para pasien ini, bisa membantu paling tidak mengembalikan kemampuan mencium secara parsial," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Ternyata Ini Sumber Masalah Alumni COVID-19 Kena Anosmia"